TANGSELIFE.COM – Kisah Gibran Huzaifah selaku pendiri eFishery rupanya sangat inspiratif dan menarik untuk diikuti.
Tak mudah baginya membangun startup di bidang akuakultur yang saat ini telah berstatus sebagai unicorn setelah mengumumkan pendanaan Rp3 trilun.
Pendiri eFishery tersebut bercerita pernah hidup susah saat kuliah di Bandung.
Namun ide dan usahanya yang luar biasa membuat Gibran berhasil memiliki saham perusahaan eFishery sebesar Rp1,59 triliun.
Diketahui bahwa Gibran berjuang keras ketika menempuh pendidikan perguruan tinggi di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Laki-laki yang tumbuh di Pulogadung dan sekolah di Bekasi ini hidup sendirian di Bandung, tanpa keluarga dan uang saku.
Ia sempat tak memiliki tempat untuk tidur sampai terpaksa pindah-pindah tempat menumpang istirahat di kampus atau masjid.
Suatu hari, Gibran tak makan selama 3 hari karena kehabisan uang. Pasalnya sang ayah yang bekerja sebagai mandor konstruksi baru kehilangan pekerjaannya saat Gibran baru mulai kuliah di ITB.
Awal mula mendirikan bisnis eFishery muncul di benak Gibran dari dosennya yang mengajar di kelas biologi mengenai akuakultur yang membahas mengenai pembibitan ikan lele.
Dari sanalah ia mencari modal untuk menyewa ikan lele sampai akhirnya bisnis ikan lele miliknya tumbuh sampai 76 kolam.
“Nyewa kolam Rp400 ribu modal pertama kali itu. Nyewa kolam setahun Rp400 ribu dan kolamnya gede,” ucapnya di kanal YouTube Raymond Chin.
Pendirian eFishery Berawal dari Kolam Lele
Bisnis 76 kolam ikan lele yang berhasil dibangun mendorong Gibran membuat prototipe pemberi makan otomatis untuk kolam lele berbasis teknologi internet-of-things (IoT).
Perangkat cerdas ini bisa dengan akurat mendeteksi permasalahan ikan di kolam, terutama saat ikan kelebihan atau kekurangan makan.
“Waktu punya 76 kolam, 4 karyawan, hasilnya beda-beda. Padahal ikannya sama, kolamnya sama, airnya sama. Di satu karyawan bagus, di karyawan yang lain kok beda gitu. Itu masalah awalnya,” jelas Gibran.
Bukan hanya Gibran, setelah ditelusuri ternyata sejumlah pebisnis kolam lele juga sempat merasakan hal serupa.
“Dia bilang ya ‘Mas perhatiin karyawannya aja’ karena yang ngasih makan karyawannya kan. Nah orang ini kalau malas nggak dikasih makan, kalau kerajinan kebanyakan ngasihnya. Yang sering kejadian, karyawan ini ambil pakannya terus dijual ke tempat lain, ngaku ke kita udah dikasih makan,” lanjutnya.
Dari permasalahan tersebut, Gibrak mencetuskan sebuah ide kepada seorang petani yang memiliki banyak kolam lele untuk membuat sebuah alat pemberi makan ikan otomatis yang bisa diatur lewat ponsel.
Jika sebelumnya Gibran ingin membesarkan kolam ikan lele miliknya, ia berubah pikiran untuk membangun sebuah teknologi pemberi pakan ikan otomatis.
Untuk pertama kalinya post-prototype eFishery lahir pada Oktober 2013. Gibran mengaku untuk membuatnya hanya bermodalkan ilmu dari YouTube.
“Waktu prototype pertama eFishery dari kaleng bekas susu terus di bawahnya ada CD-ROM komputer buat buka DVD, terus buat ngelontar pakannya pakai CD/keping disc pakai kaset playstation,” jelas Gibran.
Setelah jadi, prototype pertama itu langsung dicoba di kolam pribadi milik Gibran dan ditawarkan kepada petani-petani besar yang memiliki bisnis kolam ikan lele.
Pada awalnya, eFishery itu beroperasi melalui SMS sebelum Android marak di Indonesia. Saat pengguna mengirim SMS, maka otomatis mesin tersebut bekerja memberi pakan.
Setelah pakan sudah diberikan, maka akan masuk SMS yang berisi laporan bahwa ikan tersebut selesai diberi pakan.
Namun pada akhirnya justru menimbulkan masalah baru karena cara tersebut dianggap tak efisien, terlebih bagi petani yang memiliki ratusan kolam.
Gibran akhirnya meminta bantuan temannya (dijadikan co-founder) membuat sebuah sistem aplikasi untuk teknologi yang telah ia ciptakan tersebut.
Oleh karena itu, eFishery kini bisa dioperasikan hanya dengan aplikasi di ponsel saja.
Kegigihan Gibran ini berhasil menarik investor kelas kakap Patrick Waluyo yang saat ini dipercaya menjadi CEO GoTo.
Pertama kali Patrick bertemu dengan Gibran yang baru selesai sekolah di ITB.
Kala itu sang pendiri eFishery menjelaskan ide membuat alat dengan sensor untuk memberi makan ikan sesuai dengan pergerakannya.
Ide awal itu dianggap sederhana, bahkan Patrick mengaku tak percaya mesin ciptaan Gibran akan efektif.
Pada akhirnya Patrick menyatakan kagum dengan iden tersebut dan mulai memberikan pendanaan pada eFishery.
Efishery telah mengembangkan bisnisnya. Bukan hanya melayani petani ikan yang berlangganan alatnya, tapi juga memberi modal kerja dan membeli ikan-ikan itu untuk dijual ke restoran.
Patrick mengungkapkan bahwa bisnis yang ditawarkan eFishery asli dari Indonesia. Sebab, di negara lain bisnis serupa tak ada yang sukses.
“Pendapatan omzetnya bulan terakhir dikali 12 sudah Rp4 triliun bisnisnya profitable. Jauh lebih untung dari Gojek,” ucap Patrick.
Jerih payah Gibran kini membuahkan hasil yang begitu dahsyat. Menurut Gibran, setelah putaran pendanaan terakhir, saham pendiri yang ia kantongi dan satu pendiri yang lain kini bernilai US$ 100 juta atau sekitar Rp1,59 triliun.