TANGSELIFE.COM – Visum merupakan dokumen penting untuk membuat laporan kepolisian atas tindak kekerasan, kenali prosedur pemeriksaan visum korban kekerasan.
Visium atau visa et repertum merupakan laporan hasil pemeriksaan dokter terhadap korban kekerasan yang merupakan bukti sah di mata hukum.
Hasil visum wajib diserahkan saat akan membuat laporan ke kepolisian atas tindakan kekerasan yang dialami. Biasanya, kamu bisa melakukan sendiri atau dibantu pihak kepolisian ke rumah sakit.
Hasil visum merupakan hasil analisis dokter forensik dari pemeriksaan terhadap korban. Biasanya hal ini dilakukan dengan permintaan tertulis resmi dari penyidik baik kepada korban hidup atau meninggal.
Lalu bagaimana prosedur untuk menjalani tes visum yang menjadi syarat wajib laporan korban kekerasan ke kepolisian? Simak berikut ini.
Prosedur Visum
Ada sejumlah tahapan yang dilalui buat kamu yang akan melakukan visum.
- Mendapat Permintaan tertulis dari Kepolisian
Ketika ada korban kekerasan yang akan membuat laporan polisi, biasanya petugas kepolisian di bagian penyidikan akan membuatkan permintaan tertulis untuk visum.
Permintaan tertulis ini ditujukan ke rumah sakit yang ditentukan oleh pihak kepolisian. Hal ini sebagai permintaan resmi yang memiliki kekuatan hukum dan bisa dipertanggungjawabkan.
- Pemeriksaan Kondisi Kesehatan Korban Secara Umum
Setelah berada di rumah sakit, tahapan visum akan dimulai dengan pemeriksaan kesehatan umum. Dokter akan melakukan pemeriksaan kondisi saat korban kali pertama datang ke rumah sakit.
Jika korban mengalami luka saat datang ke rumah sakit, maka dokter akan memberikan pertolongan pertama terhadap korban. Sehingga tak mengganggu pemeriksaan visum.
- Pemeriksaan Kondisi Fisik Korban
Tahap berikutnya, dokter akan melakukan pemeriksaan kondisi fisik secara menyeluruh. Diantaranya:
- Pemeriksaan Tekanan darah
- Denyut nadi
- Laju pernapasan
- Bekas tindak kekerasan
- Tanda-tanda dari infeksi atau penyakit menular seksual
- Luka yang tampak pada bagian tubuh manapun (misalnya pada mulut, payudara, paha, perineum, selaput dara, vulva, vagina, atau anus).
- Benda asing pada tubuh, seperti noda, rambut, kotoran, cairan, dan lain-lain.
Dokter juga akan meminta kesaksian atau keterangan atas kekerasan yang dialami (hal ini berlaku pada korban yang masih hidup). Korban diminta menceritakan kronologis kejadian untuk memduahkan pemeriksaan dokter.
Dalam tahap ini, dokter akan mencatat secara detail soal luka akibat kekerasan yang dialami korban. Mulai dari ukuran, tingkat keparahan dan lainnya. Kemudian dilengkapi dengan hasil analisis lengkap dari pemeriksaan.
4. Pemeriksaan Internal
Setelah pemeriksaan fisik selesai, dokter kemudian akan melakukan pemeriksaan bagian dalam tubuh. Upaya ini dilakukan untuk memastikan area dalam tubuh terluka atau tidak..
Misalnya patah tulang dan lain-lain. Biasanya pemeriksaan ini dilakukan dengan pemeriksaan USG atau rontgen.
- Analisis Forensik
Tahapan ini dilakukan untuk mencari identitas terduga pelaku. Pemeriksaan dilakukan dengan memeriksa jejak DNA dari bercak darah, helai rambut, atau cairan ejakulasi yang menempel di tubuh korban.
Hasil analisis forensik ini dilakukan jika terdapat jejak terduga pelaku pada tubuh korban. Hasil analisisnya dijadikan bukti di peradilan.
- Pemeriksaan Psikiatri
Setelah selesai analisis forensik, korban kemudian akan menjalani pemeriksaan psikiatri untuk pemeriksaan mental. Dokter spesialis kejiawaan akan melakukan tes mental untuk identifikasi gejala gangguan kesehatan mental pada korban seperti depresi, trauma, PTSD dan lainnya.
Dari rangkaian yang sudah dijalani, dokter ahli akan membuat kesimpulan dari seluruh hasil tes. Laporan hasil tes tersebut kemudian diserahkan ke pihak berwenang atau penyidik kepolisian sebagai bukti sah di pengadilan.