TANGSELIFE.COM- Jumlah perokok anak usia 10-18 tahun periode 2013-2018 terus bertamah mencapai angka 3,2 juta anak .
Jumlah Perokok anak-anak ini terus bertambah, ditemukan pada tahun 2013 terdapat 7,2 persen anak-anak yang merokok dari populasi anak di tahun itu.
Lalu, Pada tahun 2018 perokok anak-anak bertambah menjadi 9,1 persen.
Diprediksi tahun 2030 perokok anak akan bertambah menjadi 16 persen atau sekitar 15 juta jiwa, menurut riset Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Perokok anak-anak pun semkain meningkat, karena mudahnya akses untuk menemukan rokok tersebut dan masifnya iklan rokok.
Perlu untuk kesadaran bersama bahwa sekarang indonesia darurat perokok anak.
Hal itu juga diungkap oleh Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi mengungkapkan,
” Pada saat ini Indonesia sudah berada dalam keadaan darurat perokok anak. hal itu ditandai dengan prevalensi perokok anak yang justru meningkan dari tahun ke tahun. Alih-alih turun, jumlah perokok anak ini naik 1,9 persen dalam rentang waktu 2013 sampai 2018,” kata Seto.
Berdasarkan data dari Komnas Perlindungan Anak tercatat ada sekitar 39 anak dibawah usia 5 tahun yang menjadi perokok pemula atau baby smoker.
Target pemerintah jumlah perokok anak ini akan turun sampai 8,7 persen pada tahun 2024 melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Namun, sepertinya akan susah menurukan jumlah perokok untuk mencapai target yang telah ditentukan itu.
Pasalnya, sampai saat ini usaha pemerintah untuk melakukan pengendalian masih biasa-bisa saja.
Iklan rokok sendiri masih sangat masif untuk menyasar anak-anak, berdasarkan data LPAI 2019 saja perokok anak 73% berawal dari melihat iklam rokok.
Dalam promosi tersebut perokok digambarkan sebagai seorang yang kreatif, gaul, macho, hebat dan lainnya.
Citra positif yang menggambarkan seorang perokok itulah yang membuat rasa penasaran anak-anak untuk mencoba hingga akhirnya kecanduan atau adiksi.
Menurut Komnas PA Arist Merdeka Sirait, perokok anak tidak pernah dibenahi secara serius dan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 telah gagal untuk mengendalikan jumlah perokok anak.
“PP Nomor 109 tahun 2012 sudah delapan tahun berlalu diberlakukan, tetapi seprtinya tak berguna untuk menolong anak-anak dari risiko terpapar asap rokok,” ucapnya.
Dampak dari Asap Rokok.
Dampak buruk yang dirasakan jika asap rokok dihirup oleh perokok maupun orang lain akan menimbulkan gangguan kesehatan.
Perokok akan terkenan gangguang saluran pernapasan, kebugaran fisik akan menurun, dan akan mempengaruhi fungsi paru.
Perokok juga kemungkinan akan terserang penyakit kanker paru dan mulut, diabetes, stroke serta jantung.
Orang yang tidak merokok secara langsung juga akan terkena dampaknya.
Anak-anak juga berisiko terkena masalah kesehatan jika berada disekeliling perokok, disebut sebagai perokok pasif.
Perokok Pasif terbagi lagi menjadi dua, yaitu second hand smoke hanya menghirup asap rokok.
Ada lagi, third hand smoke menghirup residu asap rokok lewat residu yang menempel pada tubuh atau benda-benda lain.
Berdasarkan data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), anak yang menjadi perokok pasif lebih rentan masalah kesehatannya terganggu.
Anak-anak perokok pasif akan rentan menderita penyakit radang paru, asma dan batuk lama.
Menurut data yang tercat sebanyak 165.000 anak di dunia kehilangan nyawanya terkena penyakit paru akibat paparan asap rokok.
Data Outlook terhadap perokok pelajar Indonesia pada 2022 menunjukan, sebanyak 47,06 persen anak bisa membeli rokok dengan akses yang mudah.
Perokok anak ini biasannya memeli rokok eceran di warung atau minimarket, ketika membeli pun tidak pernah ditanyakan kartu identitasnya.
Perlu perhatian yang serius untuk mencegah anak menjadi perokok aktif maupun pasif.
Upaya Pemerintah Mengendalikan Perokok Anak.
Usaha juga terus dilakukan berbgai pihak untuk menurunkan jumalah perokok agar meminimalisir dampak buruk yang dirasakan anak-anak.
Upaya yang dilakukan diantaranya menaikan pajak rokok dan mencantumkan bahaya atau dampak dari merokok pada kemasan rokok.
Usaha pengendalian ini dirasa belum cukup maksimal dan belum benar-benar secara nyata melindungi masyrakat khususnya anak-anak.
Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari mengatakan, seharunya diadakan perbaikan untuk PP Nomor 109 Tahun 2012.
Perbaikan isi undang-udang ini menurutnya sangat penting untuk dilakukan terkait pelarangan iklan rokok dan untuk menaikan setinggi mungkin harga rokok.
Meskipun dalam undang-undang tersebut terdapat aturan untuk dilarang menjual rokok pada anak dibawah usia 18 tahun.
Pada kenytaannya masih saja banyak oknum yang melanggar aturan tersebut.
Melihat fenomena itu, Menurut Lisda sudah sangat tepat untuk melakukan revisi dalam undang-undang terkait dan harus mencantumkan sanksi tegas terhadap pelanggar.
Upaya ini semoga bisa menjadi efek jera untuk para perokok.