TANGSELIFE.COM – Dwikorita selaku Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kini sedang melakukan mitigasi dampak gempa megathrust ke wilayah Banten.
Diketahui, gempa megathrust itu berpotensi terjadi di wilayah Indonesia terutama di Banten dan Selat Sunda.
Dwikorta mengungkap bahwa mitigasi perlu dilakukan mengingat wilayah tersebut adalah pusat industri dan dampaknya berbeda dengan lokasi yang tak ada industri.
Ia khawatir atas potensi gempa di Selat Sunda dan Banten. Pasalnya, wilayah tersebut memiliki banyak industri kimia yang menurutnya berpotensi menyebabkan dampak lebih besar jika terjadi gempa megathrust.
Dalam melakukan mitigasi dampak gempa megathrust, pihaknya tak hanya berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan masyarakat.
Mereka juga telah berkoordinasi dengan pihak industri untuk peringatan dini.
Upaya BMKG Mitigasi Dampak Gempa Megathrust di Banten
BMKG telah memasang seismograf di wilayah tersebut sebanyak 39 buah. Berbeda dengan 2019 yang jumlahnya hanya 10 buah.
Akselerograf juga dipasang sebanyak 20 buah sampai alat pemantau tinggi laut atau automatic water level sejumlah 22 buah.
BMKG juga menyiapkan sirine untuk evakuasi sebanyak 15 unit.
Di samping itu, BPBD telah memasang warning receiver system di lokasi hotel, industri, sebanyak 81 buah.
Kendati demikian Dwikorita menegaskan pihaknya tak bisa memprediksi kapan terjadinya gempa megathrust.
Namun sejauh ini mereka telah melakukan pendalaman bersama perguruan tinggi, BRIN, hingga pihak institut.
Oleh sebab itu mitigasi dampak gempa diperlukan agar masyarakat lebih berhati-hati dan siap jika ada potensi tersebut.
Sebelumnya, ramai dibahas adanya gempa megathrust yang lebih dulu melanda Nankai di Jepang.
Gempa bermagnitudo 7,1 itu terjadi pada Kamis, 8 Agustus 2024 bersumber dari megathrust Nankai di timur lepas pantai Pulau Kyushu, Shikoku, dan Kinki, di Jepang Selatan.
Wilayah Jepang yang cukup rawan akan gempa membuat BMKG berkaca pada wilayah Indonesia.
Di Indonesia sendiri, ada dua megathrust yang menjadi sorotan, yakni di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut.
Potensi gempa besar di dua zona megathrust itu telah dibahas sejak sebelum terjadi gempa dan tsunami Aceh 2004.
Kendati demikian, istilah ‘tinggal tunggu waktu’ bukan berarti gempa akan segera terjadi.