TANGSELIFE.COM- Nama Woozi, anggota grup K-pop SEVENTEEN, belakangan menjadi perbincangan hangat publik menyusul munculnya isu dugaan penyalahgunaan kekuasaan selama masa wajib militernya.
Polemik ini mencuat tak lama setelah Woozi SEVENTEEN resmi memulai dinas militer, memicu beragam reaksi dari penggemar hingga warganet.
Kontroversi bermula ketika seorang atasan di unit militer tempat Woozi SEVENTEEN bertugas disebut meminta bantuan sang idol untuk mencarikan penyanyi yang akan tampil dalam sebuah acara pernikahan pribadi.
Permintaan tersebut kemudian menimbulkan kritik, lantaran dianggap tidak pantas dan berpotensi memberikan tekanan kepada seorang trainee.
Meski belum ada bukti pelanggaran hukum, isu ini cepat menyebar di media sosial.
Sejumlah penggemar menilai, permintaan dari atasan, apa pun bentuknya, bisa saja terasa sebagai beban psikologis bagi seorang prajurit baru, terlebih bagi figur publik seperti Woozi.
Kekhawatiran tersebut mendorong desakan agar pihak militer memberikan penjelasan terbuka demi mencegah kesalahpahaman yang lebih luas.
Pernyataan Resmi dari Pusat Pelatihan Angkatan Darat Soal Woozi SEVENTEEN
Menanggapi polemik tersebut, Army Training Center akhirnya angkat bicara.
Seorang pejabat militer menyampaikan kepada media Korea Chosun bahwa hasil pemeriksaan internal tidak menemukan adanya pelanggaran hukum maupun peraturan militer dalam kasus ini.
Menurut penjelasan resmi, permintaan tersebut tidak bersifat paksaan dan tidak disampaikan sebagai perintah formal.
“Berdasarkan hasil penyelidikan kami, tidak ditemukan unsur pemaksaan. Woozi menerima permintaan dari individu yang disebut sebagai ‘A’ secara sukarela dan atas dasar niat baik,” ujar pejabat Army Training Center, Kamis (25/12/2025).
Pihak militer juga menjelaskan bahwa permintaan tersebut terjadi menjelang akhir masa pelatihan dasar enam minggu.
Pada fase ini, hubungan antaranggota unit dinilai sudah lebih akrab dibandingkan awal masa pelatihan.
Dalam konteks tersebut, permintaan yang diajukan tidak dimaksudkan sebagai instruksi resmi dari atasan, melainkan sebagai permintaan personal yang didasari hubungan yang telah terbangun di dalam unit.
Hingga saat ini, Army Training Center memastikan tidak ada rencana pemberian sanksi, baik kepada Woozi maupun atasan yang terlibat.
Pihak militer menegaskan bahwa kasus ini belum memenuhi kriteria pelanggaran yang memerlukan tindakan disipliner.
Meski demikian, mereka tetap berencana melakukan survei internal terhadap anggota unit guna mengevaluasi dan memperbaiki budaya di lingkungan barak militer.
“Dari sudut pandang seorang trainee, permintaan atasan memang bisa saja terasa sebagai tekanan. Karena itu, kami akan terus memantau dan mengambil langkah lanjutan jika di kemudian hari ditemukan perlakuan yang tidak adil,” tambah pejabat tersebut.
Dengan adanya klarifikasi resmi ini, pihak militer berharap polemik terkait kontroversi Woozi SEVENTEEN saat wajib militer dapat dilihat secara lebih proporsional.
Meski demikian, kasus ini kembali membuka diskusi publik soal batas profesionalitas dan relasi kuasa di lingkungan militer, terutama ketika melibatkan figur publik.


