TANGSELIFE.COM – Kelompok Mahasiswa Pecinta Lingkungan dan Kemanusiaan Kembara Insani Ibnu Batuttah (KMPLHK RANITA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta gandeng Disaster Management Center (DMC) Dompet Dhuafa menggaungkan perjuangan melawan perubahan iklim dengan menggelar orasi lingkungan bertajuk “2045: Indonesia (C)Emas Menghadapi Krisis Iklim”.

Orasi lingkungan tersebut berlangsung di Lapangan Gedung Student Center UIN Jakarta pada Senin, 10 Juni 2024.

Turut menghadirkan Yudi Latif, M.A., Ph.D (Cendikiawan, Dewan Pembina Dompet Dhuafa), Parid Ridwanudin (Manager Kampanye Pesisir & Laut Walhi Nasional), Ashar (Timbulsloko Bangkit), dan Panca Yudha Dirgantara (Penggiat Lingkungan).

Mahmudin Ido selaku Ketua Umum KMPLHK RANITA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menyadari betapa mendesaknya isu lingkungan saat ini.

Beberapa diantaranya meliputi penebangan hutan, polusi, dan perubahan iklim yang membutuhkan perhatian serius.

Ia mengaku khawatir jika tak ada tindakan nyata akan memperparah dan sulit memperbaiki dampak dari masalah lingkungan tersebut.

“Bagi saya dan RANITA, lingkungan hidup adalah sumber kehidupan dan tempat kita bergantung, lingkungan yang sehat adalah udara yang bersih untuk dihirup, air yang jernih untuk diminum, tanah yang subut untuk bercocok tanam,” ucap Ido.

Menurutnya, lebih dari itu, lingkungan adalah warisan yang harus dijaga untuk generasi mendatang dan menjaga lingkungan hidup adalah menjaga masa depan bersama.

Acara ini juga menghadirkan pameran foto yang mengangkat berbagai isu peduli lingkungan imbas perubahan iklim yang melanda Indonesia.

Seperti bahaya abrasi akibat kenaikan permukaan air yang diperparah dengan pengelolaan pesisir yang buruk, bahaya sampah yang telah menjangkit kehidupan fisik dan tubuh manusia, serta ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Pada 2045 mendatang, Indonesia digadang sebagai Generasi Emas yang unggul dalam pemanfaatan teknologi dan pengelolaan sumber daya alam serta manusia dengan mutu kualitas tinggi dibanding generasi sebelumnya.

Sayangnya dengan keadaan Indonesia saat ini, memunculkan banyak kekhawatiran, terutama dalam pengelolaan sumber daya alam yang mampu memicu dampak kerusakan terhadap lingkungan dan makhluk hidup terlebih manusia.

Masalah ini terletak dalam manusia, dengan perangkat kebijakan dan perspektif yang tak ramah lingkungan, mampu memperburuk kualitas hidup masyarakat, bahkan tidak memungkinkan akan berdampak panjang sampai puluhan tahun mendatang.

Perubahan iklim adalah sebuah penjajahan atas masyarakat dan lingkungan sekitarnya.

Yudi Latif selaku Cendekiawan Dewan Pembina Dompet Dhuafa mengungkapkan bahwa di Indonesia muncul jenis penjajahan baru, yakni penjajahan atas dasar penguasaan waktu.

Seolah masa depan itu saat yang tak akan ada manusianya, seolah-olah berhak hidup hanya dari generasi saat ini.

“Generasi hari ini seolah-olah bisa menghabiskan apa saja, hutan, tambang, semua hal kita habiskan. Seolah tidak ada ruang dan waktu bagi anak-anak masa depan. Seolah-olah masa depan itu waktu kosong yang tak ada penduduknya,” ucap Yudi.

Menurutnya ini adalah penjajahan baru, di mana orientasi hidup aji mumpung jangka pendek, tebang hutan, garuk batubara, seolah-olah tidak menyisakan bagi orang yang hidup di masa depan.

Arif Rahmadi Haryono selaku GM Response and Advocacy Dompet Dhuafa mengungkapkan bahwa, acara ini adalah komitmen DMC Dompet Dhuafa dalam menyuarakan kepedulian terhadap perubahan iklim.

Di mana ia bercerita bahwa masalah sampah adalah masalah lingkungan yang sangat dekat dengan hidup masyarakat.

“Satu berita yang mencengangkan, Indonesia resmi menjadi nomor satu untuk konsumsi mikroplastik. Mikroplastik ini adalah sebagai tingginya penggunaan plastik dalam hidup kita,” ucap Arif.

Menurutnya, beberapa orang tak menyadari bahwa sebagian partikel plastik itu masuk ke tubuh dan tak bisa keluar dari badan.

Itu menjadi isu yang harus mendapat perhatian besar.

Di samping itu, kita juga menghadapi bahaya-bahaya kerusakan lingkungan, dan ini menjadi salah satu cara mereka mengampanyekan kepedulian terhadap lingkungan.

Dalam orasi lingkungan juga menghadirkan musisi yang juga merupakan penggiat lingkungan yakni Vikri and My Magic Friend, Thumb Band, dan Riak.

Harapan dengan adanya orasi lingkungan ini bisa menjadi inspirasi dan menjadi penguat motivasi dalam menyuarakan perubahan iklim serta menciptakan berbagai inovasi dalam merawat ekosistem lingkungan hidup.

Sejatinya, menjaga lingkungan hidup untuk generasi-generasi mendatang dan mendatangkan keseimbangan serta keberlanjutan antara manusia dan lingkungan hidup adalah satu bentuk keadilan, sebagaimana yang tercantum dalam Pancasila.

“Konsep keadilan dalam Pancasila bukan hanya adil terhadap orang hidup sejaman tapi juga adil terhadap orang yang hidup di generasi mendatang,” pungkas Yudi.

Dapatkan Berita Terbaru lainya dengan Mengikuti Google News Tangselife
Dwi Oktaviani
Editor
Dwi Oktaviani
Reporter