TANGSELIFE.COM – Supersemar adalah bagian penting dari sejarah Indonesia yang tidak boleh dilupakan karena dampaknya yang signifikan terhadap politik Indonesia.
Meskipun demikian, hingga saat ini naskah asli Supersemar tidak diketahui keberadaannya.
Menurut informasi dari situs kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id, ada beberapa pihak yang menyatakan bahwa Supersemar saat ini berada di salah satu bank di luar negeri, tetapi klaim ini belum dapat dipastikan kebenarannya karena tidak ada bukti yang membenarkan hal tersebut.
Ada juga informasi yang menyebutkan bahwa Supersemar disimpan di dalam negeri oleh mantan Presiden Soeharto.
Karena ketidakjelasan mengenai keberadaannya, Supersemar masih menjadi salah satu misteri dalam sejarah Indonesia.
Apa Itu Supersemar?
Supersemar merupakan singkatan dari Surat Perintah 11 Maret yang diterbitkan pada tahun 1966, tetapi sampai saat ini naskah asli surat tersebut belum ditemukan.
Surat tersebut diberikan langsung oleh Presiden pertama Indonesia, Soekarno, kepada Letjen Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat.
Surat tersebut memuat perintah dari presiden agar Letjen Soeharto mengambil tindakan tertentu.
Supersemar diterbitkan dengan maksud untuk menyelesaikan masalah konflik dalam negeri yang terjadi pada saat itu, yang salah satu penyebabnya adalah insiden G30S/PKI pada tanggal 1 Oktober 1965.
Akan tetapi, hingga saat ini, Supersemar masih menjadi kontroversial karena naskah aslinya tidak pernah ditemukan.
Latar Belakang Supersemar
Sejarah Supersemar bermula dari peristiwa Gerakan 30 September 1965 di mana tujuh jenderal Angkatan Darat diculik dan dibunuh.
Dalam peristiwa tersebut, tentara menuduh Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pembunuhan tujuh jenderal.
Dimana Letnan Kolonel Untung sebagai pelaku utamanya.
Letkol Untung pada saat itu menjabat sebagai komandan Cakrabirawa, sebuah pasukan khusus yang bertanggung jawab atas pengawalan presiden.
Karena peristiwa G30S PKI tersebut, Letkol Untung kemudian dituduh ingin menjatuhkan Presiden Sukarno demi kepentingan PKI.
Setelah terjadinya pembunuhan tujuh jenderal yang diduga dilakukan oleh PKI, para pemuda anti-komunis merasa marah dan kemudian membentuk beberapa organisasi.
Organisasi tersebut seperti Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), KABI, KASI, KAWI, dan KAGI.
Organisasi-organisasi ini kemudian bergabung dalam Front Pancasila yang dilindungi oleh tentara, dan menyuarakan protes terhadap Soekarno.
Hal ini dilakukan karena Soekarno dinilai tidak mengusut G30S dan buruknya perekonomian di masa pemerintahannya.
Pada awal 1966, inflasi mencapai 600 persen lebih dan Soekarno tidak merespon aksi protes tersebut.
Akibatnya, pada tanggal 12 Januari 1966, Front Pancasila mengadakan demonstrasi di halaman Gedung DPR-GR dan menuntut tiga tuntutan.
Berikut tiga tuntutan yang dikenal sebagai Tritura, yaitu pembubaran PKI, pembersihan kabinet Dwikora dari unsur-unsur yang terlibat G30S, dan penurunan harga.
Setelah protes terus berlanjut dan inflasi semakin tinggi, demonstrasi besar-besaran kembali terjadi pada 11 Maret 1966 di depan Istana Negara yang didukung oleh tentara.
Tujuan Supersemar
Peristiwa di Istana kemudian dilaporkan oleh tiga perwira tinggi AD yaitu Brigadir Jendral M. Jusuf, Brigadir Jendral Amirmachmud dan Brigadir Jendral Basuki Rahmat kepada Jenderal Soeharto.
Soeharto yang saat itu sedang sakit di kediamannya, kemudian menitip pesan kepada tiga perwira tinggi AD tersebut. Mereka kemudian meminta izin untuk bertemu Presiden di Bogor.
Soeharto memberikan petunjuk bahwa hal yang paling penting adalah melindungi konstitusi dan dirinya siap untuk menanggung tanggung jawab itu jika diberikan kewenangan.
Presiden Soekarno menanyakan bentuk konkret dari pemberian kepercayaan tersebut, dan para perwira mengusulkan untuk membuat dokumen tertulis dan resmi yang kemudian dikenal sebagai Supersemar.
Tujuan dari Perintah Sebelas Maret adalah untuk menangani situasi yang semakin memanas pada saat itu.
Setelah Supersemar dikeluarkan oleh Soekarno, Soeharto membuat sejumlah keputusan melalui SK Presiden No 1/3/1966 pada tanggal 12 Maret 1966 atas nama Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Mandataris MPRS/PBR.
Keputusan tersebut memuat tiga poin utama, yaitu:
- Pembubaran PKI dan ormasnya serta menyatakan PKI sebagai partai terlarang
- Penangkapan 15 menteri yang terlibat atau mendukung G30S
- Pembersihan MPRS dan lembaga negara lainnya dari unsur PKI dan penempatan peran lembaga tersebut sesuai dengan UUD 1945.
Letjen. Soeharto kemudian mengambil langkah-langkah strategis yang berhasil melemahkan kekuasaan Presiden Soekarno setelah menerima kewenangan dari Supersemar.
Sehingga pada akhirnya, kekuasaan Soekarno terkikis oleh Soeharto.
Isi Supersemar
Supersemar memiliki tiga versi yang tidak satu pun asli, dan meskipun demikian, terdapat beberapa poin penting yang diakui Orde Baru sebagai acuan.
Isi Supersemar terdiri dari beberapa hal, yaitu :
Mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk menjaga keamanan, ketenangan, dan stabilitas pemerintahan serta Revolusi, melindungi Pimpinan Presiden/Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS, dan memastikan keutuhan Bangsa dan Negara Republik Indonesia dengan melaksanakan ajaran Pemimpin Besar Revolusi.
Selain itu, Supersemar juga berisi koordinasi pelaksanaan perintah dengan Panglima-Panglima Angkatan Lain
Laporan semua hal yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawabnya.
Kontraversi Supersemar
Ada tiga kontroversi terkait Supersemar, yaitu:
- Belum diketahui keberadaan naskah asli Supersemar, dan tiga versi yang ada tidak dapat dipastikan keasliannya
- Surat Supersemar diberikan oleh Soekarno bukan secara sukarela, melainkan di bawah tekanan;
- Meskipun Supersemar dimaksudkan sebagai perintah pengendalian keamanan, para jenderal yang membawa surat tersebut dari Istana Bogor ke Jakarta memandangnya sebagai penyerahan kekuasaan, yang memungkinkan Soeharto untuk mengambil sejumlah tindakan termasuk pembubaran PKI.
Dampak Supersemar
- Supersemar mengakibatkan posisi Soekarno sebagai Presiden RI semakin melemah, sedangkan kekuasaan Soeharto semakin kuat.
- Soeharto menggunakan Supersemar untuk membubarkan PKI dan menangkap menteri yang terlibat dalam G30S.
- MPRS mencabut status Soekarno sebagai presiden seumur hidup pada 7 Maret 1967, sehingga Soekarno akhirnya turun dari jabatannya sebagai presiden dan Soeharto dilantik sebagai presiden pada 27 Maret 1968.
- Supersemar menjadi titik awal lahirnya Orde Baru yang berkuasa hingga 1998.
- Hubungan Indonesia dengan Amerika Serikat dan Malaysia menjadi lebih baik dan Indonesia kembali bergabung dengan PBB.