TANGSELIFE.COM– Menteri Agama (Menag) RI, Nasaruddin Umar tengah mengkaji kurikulum cinta yang kini tengah digagasnya.

Kini pihak Kementerian Agama (Kemenag) masih terus menyiapkan konsep tersebut agar segera bisa diterapkan di segala lini masyarakat, termasuk untuk pendidikan di bawah naungan mereka.

Nasaruddin Umar mengungkapkan bahwa kurikulum cinta ini dibuat bertujuan untuk menciptakan jiwa nasionalisme para pelajar.

Selain itu, konsep kurikulum cinta ini juga bertujuan untuk membentuk identitas asli masyarakat Indonesia.

Menurut Nassarudin, hal ini bisa menjadi upaya untuk menghadapi derasnya pengaruh budaya asing yang masuk ke kalangan anak-anak Indonesia.

Tak hanya untuk menumbuhkan jiwa nasionalisme dan cinta Tanah Air, kurikulum cinta ini juga diharapkan bisa menumbuhkan sikap kerukunan antar umat beragama.

Lantas, Apa itu Kurikulum Cinta yang Digagas Kemenag?

Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar, memperkenalkan konsep “Kurikulum Cinta” dalam acara pertemuan ulama Nahdlatul Ulama (NU).

Acara ini juga turut dihadiri oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, Ketua Umum MUI Anwar Iskandar, serta Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf.

Menurut Nasaruddin Umar, Kurikulum Cinta bertujuan untuk mengajarkan generasi muda agar menghargai keberagaman, bukan hanya secara formal, tetapi dengan perasaan yang tulus.

“”Kami ingin anak-anak Indonesia tumbuh dengan nilai cinta, bukan kebencian. Cinta bisa menyatukan perbedaan,” ungkapnya”.

Nasaruddin menegaskan bahwa toleransi sejatinya adalah kunci untuk mencegah konflik dan menjaga perdamaian.

Ia mengatakan bahwa jika anak-anak sudah diajarkan cinta sejak dini, maka akan sulit bagi pihak-pihak tertentu untuk memecah belah bangsa.

Lebih lanjut, Nasaruddin menjelaskan bahwa kurikulum cinta adalah sistem pendidikan yang menanamkan nilai kasih sayang, empati, dan penghormatan terhadap perbedaan.

Pendidikan agama, menurutnya, tidak hanya tentang ritual keagamaan, tetapi juga harus mengajarkan sikap moderat dan menghargai keberagaman.

Dalam kehidupan sosial,  konsep dari kurikulum ini bisa diwujudkan melalui berbagai kegiatan yang memperkuat solidaritas antarumat beragama, seperti dialog lintas agama, aksi sosial bersama, dan kampanye perdamaian.

Saat ini, pesantren, madrasah, dan sekolah berbasis agama sudah mulai mengajarkan toleransi dan keharmonisan dalam kehidupan berbangsa, dan ini perlu terus didorong.

Konsep ini harus diterapkan di sekolah, lingkungan sosial, keluarga, bahkan di pondok pesantren.

Dapatkan Berita Terbaru lainya dengan Mengikuti Google News Tangselife
sosmed-whatsapp-green Follow WhatsApp Channel Tangselife
Follow
Jihan Hoirunisa
Editor
Jihan Hoirunisa
Reporter