TANGSELIFE.COM– Penentuan awal ramadan 2023 dan Syawal di Indonesia biasanya dilakukan dengan dua metode, yaitu dengan metode rukyatul hilal (pengamatan) dan metode rukyatul hisab (penghitungan).

Pada dasarnya di dalam menetapkan 1 (satu) Ramadan dan 1 (satu) Syawal di setiap tahun di Indonesia selalu ada saja timbul perbedaan.

Hal ini disebabkan adanya perbedaan prinsip yang mendasar dalam memahami nash yang berakibat melahirkan perbedaan cara penerapannya.

Sebagian ada yang merujuk pada pendapat wujudul Hilal atas dasar Hisab atau Rukyatul Hisab (bulan sudah berada di atas ufuq) dan ada juga yang merujuk pada pendapat Rukyatul hilal (bulan berada di atas ufuq dengan ketentuan Imkanu ar- rukyah).

Dari kedua metode dasar dalam menetapkan awal Ramadan dan awal bulan Syawal di setiap tahun di Indonesia khususnya, ketika terjadi hasil Ijtihadnya ternyata jatuh pada hari yang sama, maka tidak menimbulkan permasalahan di kalangan masyarakat.

Namun terkadang kedua metode tersebut menghasilkan perbedaan jatuhnya hari untuk awal ramadan yang biasanya membuat masyarakat menjadi kebingungan.

Itu sebabnya terkadang masyarakat harus menunggu Keputusan Pemerintah, menteri Agama RI untuk menentukan awal ramadan ataupun syawal.

Apa itu Rukyatul Hilal?

Rukyatul hilal adalah cara untuk menentukan awal Ramadan dan Syawal dengan memperhatikan posisi bulan.

Metode ini melibatkan pengamatan hilal pada saat matahari terbenam, baik dengan mata telanjang atau dengan bantuan alat optik seperti teleskop.

Melansir NU Online, hilal adalah kata dalam bahasa Arab yang terdiri dari 3 huruf asal: ha-lam-lam (ل – ل- ﻫ), dan digunakan untuk menyebut bulan sabit yang terlihat.

Bulan sabit atau bulan sabit dalam istilah astronomi, adalah bagian dari bulan yang menampakkan cahayanya terlihat dari bumi setelah terjadi ijtima’ atau konjungsi.

Berdasarkan pengakuan bahasa, Al-Qur’an, As-Sunnah, dan sains, dapat ditulis bahwa hilal harus terlihat cahayanya dari bumi di awal bulan, bukan hanya diduga adanya hilal.

Oleh karena itu, jika tidak terlihat, maka tidak dapat dianggap sebagai hilal.

Rasulullah SAW menyuruh umat Islam melakukan rukyah, yaitu melihat secara langsung (observasi) terhadap hilal untuk menentukan awal bulan Ramadhan atau Syawal.

Jika penglihatan langsung dengan mata kepala tidak terjadi karena terhalang awan, maka bulan tersebut menjadi 30 hari.

Hukum dasar ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. Rasulullah SAW bersabda:

Artinya, “Berpuasalah kamu ketika telah melihat hilal Ramadhan dan berhentilah kamu berpuasa ketika telah melihat hilal bulan Syawal. Jika hilal tertutup bagimu maka genapkanlah bulan Sya’ban menjadi 30 hari,” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Rukyatul Hisab

Persiapan awal bulan Ramadan juga dapat dilakukan dengan metode hisab, yang merupakan perhitungan matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam kalender hijriah.

Hisab sering digunakan dalam ilmu falak (astronomi) untuk memperkirakan posisi matahari dan bulan terhadap bumi, yang penting dalam menentukan waktu shalat dan mengetahui terjadinya hilal sebagai penanda masuknya periode bulan baru.

Dalam Islam, perhatian besar terhadap astronomi telah diberikan sejak awal peradaban Islam karena ibadah-ibadah terkait langsung dengan benda-benda langit, seperti matahari dan bulan.

Beberapa astronom Muslim, seperti Al Biruni, Ibnu Tariq, Al Khawarizmi, Al Batani, dan Habasah, telah mengembangkan metode hisab modern.

Sekarang, metode hisab bahkan telah menggunakan komputer dengan tingkat presisi dan akurasi yang tinggi.