TANGSELIFE.COM – Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Solihah menyebut dua predator seksual di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) berpotensi mendapatkan hukuman tambahan.

Hukuman tambahan yang dimaksud di antaranya pengumuman tersangka di tempat umum, pemasangan chip atau alat pendeteksi elektronik hingga suntik kebiri kimia.

Ai mengatakan, hukuman tambahan itu sebagai ganjaran kepada predator seksual yang diketahui telah melangsungkan aksi bejatnya berulang kali sehingga keberadaannya mengancam anak-anak yang berpotensi menjadi korban selanjutnya.

“Hukuman tambahan itukan ada tiga di antaranya diumumkan di tempat-tempat terbuka, pemasangan chip sebagai kontrol kalau orang ini sudah bebas, dan yang ketiga kebiri, sebagai tindakan untuk menjinakan libido seks yang sedemikian tinggi terhadap anak,” kata Ai Maryati di Mapolres Tangsel, Kamis, 3 Oktober 2024.

Predator Seksual Berpotensi Dikenakan Hukuman Pemasangan Chip hingga Dikebiri

Pemberian hukuman tambahan untuk predator seksual sendiri telah diatur dalam Undang-Undang nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.

Ai menjelaskan, hukuman tambahan tersebut sangat mungkin untuk diberikan kepada predator seksual yang tindakannya dinilai sangat mengkhawatirkan keselamatan anak.

Terlebih, lanjutnya, hukuman tambahan tersebut juga pernah dijatuhi kepada salah satu tersangka pelecehan di wilayah Mojokerto, Jawa Timur pada tahun 2019 silam.

“Jadi tidak hanya dilihat dari kepolisian nih, tapi nanti Kejaksaan. Ikuti aja dulu alur kasus ini,” tuturnya.

Kendati demikian, Ai menegaskan dalam kasus predator seksual di Kota Tangsel pihaknya tetap mengutamakan hukuman pokok terhadap tersangka yaitu pemberatan hingga 15 sampai 20 tahun kurungan penjara.

Namun pihaknya masih melihat potensi terpenuhinya unsur pemberian hukuman tambahan sesuai Undang-Undang yang belaku.

Pasalnya, menurut Ai penegakan hukum memiliki peran yang sangat penting untuk memberikan efek jera kepada para predator seksual.

“Kalau kita melihat realitas ini sangat menghawatirkan dan betul-betul liar, ini menunjukkan bahwa penjeraan dan aspek penegakan hukum menjadi kunci atas terputusnya kekerasan seksual yang terjadi di masyarakat,” pungkasnya.

Diketahui pihak penyidik Polres Tangsel telah menetapkan dua predator seksual yakni DG (32) dan M (39) sebagai tersangka.

DG (32) merupakan tersangka kasus penculikan dan pelecehan tiga siswi Sekolah Dasar di wilayah Kota Tangsel.

Berdasarkan pemeriksaan diketahui bahwa DG (32) merupakan seorang residivis kasus pencabulan anak yang pernah ditangani Polres Jakarta Selatan pada tahun 2014 silam.

Sementara M (39) seorang guru ngaji di wilayah Ciputat yang melakukan pelecehan terhadap delapan muridnya. Pelecehan itu dikabarkan telah berlangsung sejak tahun 2021 hingga tahun 2024.

Dapatkan Berita Terbaru lainya dengan Mengikuti Google News Tangselife
Jihan Hoirunisa
Editor
Andre Pradana
Reporter