TANGSELIFE.COM – Pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, tewas akibat serangan di Ibu Kota Iran, Teheran, pada Rabu 31 Juli 2024.

Insiden tersebut sontak mengguncang kawasan Timur Tengah serta berpotensi membahayakan negosiasi gencatan senjata antara Israel dan Hamas terkait Gaza.

Keberadaan Ismail Haniyeh di Teheran diketahui untuk menghadiri pelantikan Presiden Iran Masoud Pezeshkian.

“Pagi hari ini, kediaman Ismail Haniyeh di Teheran diserang, mengakibatkan dia dan salah satu pengawalnya mati syahid,” pernyataan Departemen Hubungan Masyarakat Korps Garda Revolusi Iran (IRGC).

Media pemerintah Iran, IRNA, mengatakan, sebuah proyektil yang kendalikan dari jarak jauh saat meluncur di udara (airborne guided projectile) menargetkan tempat tinggal Haniyeh pada Rabu sekitar pukul 02.00 waktu setempat.

Penyelidikan lebih lanjut untuk mengetahui detail penyerangan dan dari mana proyektil itu ditembakkan kini sedang dilakukan.

Sosok Ismail Haniyeh Pemimpin Hamas

Ismail Haniyeh lahir dari orang tua Arab-Palestina yang mengungsi dari desa mereka di dekat Ashqelon pada tahun 1948.

Haniyeh lahir menghabiskan masa kecilnya di kamp pengungsi Al-Shati di Jalur Gaza, serta bersekolah di sekolah yang dikelola oleh Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East/ UNRWA).

Tahun 1981, Haniyeh mempelajari Sastra Arab di Universitas Islam Gaza.

Dia dikenal aktif dalam politik mahasiswa dan sebagai pemimpin perkumpulan mahasiswa Islam yang berafiliasi dengan Ikhwanul Muslimin.

Haniyeh menjadi salah satu anggota pendiri Hamas yang terbentuk di tahun 1988 silam, serta diketahui dekat dengan pemimpin spiritual Sheikh Ahmed Yassin.

Di tahun yang sama, Haniyeh ditangkap otoritas Israel tahun 1988 karena terlibat Intifada Pertama (pemberontakan melawan pendudukan Israel) dan dipenjara selama 6 bulan.

Setahun kemudian, ia dipenjara lagi sampai Israel mendeportasinya ke Lebanon selatan tahun 1992 bersama sekitar 400 orang lainnya.

Di tahun 1993 setelah ada Perjanjian Oslo, Haniyeh kembali ke Gaza, kemudian diangkat menjadi dekan di Universitas Islam.

Kepemimpinan Haniyeh di Hamas bermula tahun 1997 saat ia menjadi sekretaris pribadi Sheikh Ahmed Yassin.

Posisinya makin kuat usai diangkat sebagai kepala kantor sekaligus menjadi orang kepercayaan Yassin.

Pasca Hamas memenangkan kursi terbanyak dalam pemilu tahun 2006, Haniyeh ditunjuk sebagai perdana menteri Palestina oleh Presiden Mahmoud Abbas.

Namun ia diberhentikan satu tahun kemudian, ketika Hamas menggulingkan Partai Fatah dalam aksi kekerasan yang berlangsung satu pekan.

Tahun 2018, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menetapkan Haniyeh sebagai teroris.

Hanya berselang satu tahun kemudian, Haniyeh meninggalkan Jalur Gaza dan tinggal di Turki dan Qatar untuk mewakili Hamas selama beberapa tahun terakhir.

Dapatkan Berita Terbaru lainya dengan Mengikuti Google News Tangselife
Dien
Reporter