TANGSELIFE.COM – Sembari menunggu uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK), para pengusaha masih memakai pajak hiburan dengan tarif lama.

Seperti yang sudah marak diberitakan, rencana kenaikan tarif pajak hiburan seketika menjadi polemik dan menuai protes para pengusaha hiburan.

Merujuk pada UU Nomor 1 Tahun 2022 Pasal 58 ayat (2) tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD), khusus tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/ spa ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.

Kenaikan pajak hiburan tertulis melalui Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Nomor 9 00.1.13.1/403/SJ tentang Petunjuk Pelaksanaan Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas Jasa Kesenian dan Hiburan Tertentu.

Surat edaran tersebut menekankan pemberian insentif fiskal, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 101 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022.

Kenaikan Pajak Hiburan, Pengusaha Tunggu Uji Materi di MK

Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Hariyadi Sukamdani mengatakan, dengan adanya surat edaran tersebut, maka pemerintah daerah (Pemda) bisa mengeluarkan insentif fiskal untuk sektor hiburan tanpa pengajuan individual.

“Dalam surat edaran itu memang ada tertera pengajuan oleh individu perusahaan. Tetapi tadi kami meminta konfirmasi ke pak Menko (Airlangga).”

“Intinya kepada daerah berhak mengeluarkan insentif ini yang tentunya kita harapkan berlaku kepada UU lama yaitu UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), di mana tidak ada batas minimal.”

“Jadi itu bisa dihilangkan menjadi mulai dari 0% atau mengikuti tarif yang lama,” jelas Hariyadi kepada awak media di Jakarta, Senin 22 Januari 2024.

Oleh karenanya, pengusaha hiburan masih mengikuti pajak hiburan dengan tarif lama sembari menunggu hasil judicial review dari Mahkamah Konstitusi (MK).

“Ini juga informasi untuk seluruh pelaku jasa hiburan di Indonesia seluruhnya, bahwa pembayaran pajak hiburan nantinya dibayarkan sesuai tarif yang lama,” kata Hariyadi.

Lebih lanjut, pengacara sekaligus pengusaha hiburan, Hotman Paris Hutapea, menegaskan  bahwa adanya surat edaran tersebut, maka Pemda secara jabatan tidak harus patuh kepada tarif pajak hiburan dengan batas bawah sebesar 40%.

“Dia berwenang kembali kepada tarif yang lama atau bahkan mengurangi. Itu isi undang-undangnya,” ujar Hotman Paris.