TANGSELIFE.COM- Jagat media sosial tengah diramaikan oleh sebuah video yang memperlihatkan seorang nenek gagal membayar roti di sebuah kedai Roti O karena toko hanya menerima transaksi cashless.

Peristiwa ini memicu perdebatan luas, terutama soal legalitas kebijakan pelaku usaha yang menolak pembayaran menggunakan uang tunai.

Banyak warganet mempertanyakan, apakah toko berhak menolak uang tunai rupiah, terlebih ketika pembeli tidak memiliki akses ke metode non-tunai.

Menolak Uang Tunai Bisa Melanggar Undang-Undang

Secara hukum, kebijakan menolak pembayaran tunai berpotensi melanggar aturan yang berlaku.

Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

Dalam Pasal 33 ayat (2) disebutkan bahwa setiap orang dilarang menolak rupiah yang diserahkan untuk tujuan pembayaran atau penyelesaian kewajiban di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kecuali jika terdapat keraguan atas keaslian uang tersebut.

Artinya, selama uang tunai yang digunakan adalah rupiah asli dan sah, pelaku usaha wajib menerimanya sebagai alat pembayaran.

Ancaman Sanksi Bagi Pelanggar yang Menolak Uang Tunai

Tak hanya larangan, UU Mata Uang juga mengatur sanksi pidana.

Pada Pasal 33 ayat (1) ditegaskan bahwa pihak yang tidak menggunakan rupiah dalam transaksi pembayaran dapat dikenai hukuman kurungan maksimal satu tahun dan denda hingga Rp 200 juta.

Ketentuan ini menjadi dasar hukum kuat bahwa rupiah, baik tunai maupun non-tunai, tetap merupakan alat pembayaran yang sah di Indonesia.

Penjelasan Bank Indonesia soal Transaksi Cash dan Cashless

Bank Indonesia (BI) turut menegaskan bahwa penggunaan rupiah dalam sistem pembayaran bisa dilakukan secara tunai maupun non-tunai.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menyatakan bahwa pilihan metode pembayaran seharusnya didasarkan pada kesepakatan kedua belah pihak.

“Penggunaan rupiah sebagai alat transaksi dapat dilakukan secara tunai atau non-tunai sesuai kenyamanan dan kesepakatan pihak yang bertransaksi,” jelas Denny.

BI memang aktif mendorong penggunaan transaksi non-tunai karena dinilai lebih cepat, praktis, aman, dan mampu menekan risiko peredaran uang palsu.

Namun, dorongan tersebut tidak berarti melarang pembayaran tunai.

Menurut BI, uang tunai tetap memiliki peran penting, terutama mengingat kondisi geografis, demografi, serta tingkat literasi dan akses teknologi yang belum merata di seluruh wilayah Indonesia.

Oleh karena itu, kebijakan toko yang sepenuhnya menutup opsi pembayaran tunai dinilai perlu dikaji ulang agar tidak bertentangan dengan aturan hukum sekaligus prinsip inklusivitas layanan.

Kasus toko roti tolak uang tunai ini menjadi pengingat bahwa transformasi digital dalam sistem pembayaran harus tetap memperhatikan aspek hukum dan kondisi sosial masyarakat.

Dapatkan Berita Terbaru lainya dengan Mengikuti Google News Tangselife
sosmed-whatsapp-green Follow WhatsApp Channel Tangselife
Follow
Iis Suryani
Editor
Iis Suryani
Reporter