TANGSELIFE.COM– Mengulik sejarah dan fakta menarik tahu siksa yang menjadi jajanan legendaris khas Betawi.

Makanan ini dapat ditemui dengan mudah ketika ada acara perayaan orang Betawi seperti pesta pernikahan atau acara layar tancep.

Dahulu para penjual tahu siksa menjajakan jajanan berderet ketika ada acara-acara besar seperti itu, namun kini kuliner khas Betawi tersebut semakin susah untuk ditemui.

Kepopulerannya mulai tersaingi dengan beragam makanan viral lainnya, namun dahulu jajanan ini banyak digemari oleh berbagai kalangan masyarakat.

Pasalnya, tahu siksa ini terkenal dengan teksturnya yang renyah di luar tapi lembut di dalam dan memiliki rasa orisini karena hanya dibumbi garam saja.

Lantas, apa itu tahu siksa dan mengapa penamannya sangat unik? berikut ulasannya.

Sejarah Penamaan Tahu Siksa, Jajanan Khas Betawi

Tahu siksa
Proses memasak kuliner unik khas Betawi yang legendaris

Selain kerak telor, tahu siska juga merupakan makanan favorit orang Betawi yang memiliki nama dan teknik memasak yang unik.

Penamaan yang unik ini bermula karena proses memasaknya yang cukup unik, sebab jika biasanya tahu digoreng dalam minyak yang panas maka jajanan khas Betawi ini akan berbeda.

Proses penggorengannya yang hanya menggunakan sedikit minyak saja, membuat tahu tersebut seolah-olah “disiksa” dalam wajan panas dengan api yang sangat kecil.

Tahu yang biasanya dibuat untuk jajanan ini adalah jenis tahu kuning yang “dipaksa” untuk matang cepat di atas wajan panas dan sedikit minyak dengan strategi memasak slow cooking.

Versi lain mengatakan bahwa penamaan tahu siksa ini disebabkan karena potongan tahy yang kecil mirip dengan potongan daging yang disiksa.

Disisi lain ada juga yang mengatakan bahwa penyajiannya dengan bumbu kacang pedas, membuatnya seolah-olah orang yang memakannya akan penuh “siksaan” jika tak tahan pedas.

Biasanya orang Betawi memakan jajanan legendaris ini akan dipadukan dengan minuman bir pletok atau teh manis.

Lalu, untuk memakannya akan lebih nikmat jika disandingkan dengan sambel kacang atau cabe rawit.

Jihan Hoirunisa
Editor
Jihan Hoirunisa
Reporter