TANGSELIFE.COM – Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, mengumumkan bahwa mulai 1 Januari 2025, pekerja yang jadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan menerima 60 persen dari upah pokok selama 6 bulan sebagai bagian dari program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Kebijakan ini merupakan bagian dari paket kebijakan ekonomi 2025 yang juga mencakup kenaikan tarif PPN 12 persen.
Insentif tersebut akan disalurkan melalui BJPS Ketenagakerjaan dengan tujuan memberi perlindungan finansial bagi korban PHK.
Deputi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan, Oni Marbun, menyatakan bahwa pihaknya sedang mempersiapkan regulasi terkait untuk memastikan program berjalan sesuai harapan.
Selain uang tunai, penerima korban PHK juga mendapatkan pelatihan kerja serta akses informasi pasar tenaga kerja.
Program JKP bertujuan untuk mendukung kehidupan layak bagi pekerja selama masa transisi setelah PHK, dengan memastikan kebutuhan dasar tetap terpenuhi.
Sebelumnya, manfaat tunai program ini diberikan sebesar 45 persen dari upah selama tiga bulan pertama dan 25 persen pada tiga bulan berikutnya.
Pada 2025, formula tersebut diganti menjadi 60 persen dari upah selama enam bulan penuh, dengan batas upah terakhir sebesar Rp5 juta.
Selain uang tunai, korban PHK penerima manfaat JKP juga akan mendapatkan fasilitas pelatihan senilai Rp2,4 juta dan kemudahan mengakses informasi pekerjaan.
Namun, program ini memiliki batasan, seperti tak berlaku untuk pekerja yang resign, pensiun, meninggal dunia, atau habis masa kontraknya.
Peserta JKP harus telah membayar iuran selama minimal enam bulan berturut-turut dalam 24 bulan terakhir sebelum PHK.
Paket kebijakan ekonomi 2025 juga mencakup relaksasi iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sampai 50 persen untuk sektor padat karya yang mempekerjakan 3,76 juta pekerja, tanpa mengurangi manfaan jaminan.
Selain itu, pemerintah akan menanggung Pajak Penghasilan (Pph) Pasal 21 bagi pekerja di sektor padat karya dengan gaji maksimal Rp10 juta per bulan, seperti tekstil, pakaian jadi, alas kaki, dan furnitur.