TANGSELIFE.COM – Sebuah Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kabupaten Cianjur mengejutkan publik dengan kebijakan yang mengharuskan siswinya menjalani tes kehamilan.

SMA Sulthan Baruna di Desa Padaluyu ini telah rutin melakukan tes kehamilan selama dua kali dalam setahun sejak dua tahun lalu.

Bukan tanpa alasan, tes kehamilan di SMA Cianjur ini dilatarbelakangi oleh kasus kehamilan salah seorang siswi yang terjadi tiga tahun lalu.

Berdasarkan kasus tersebut, pihak sekolah pun menggelar diskusi dengan para orang tua siswa dan siswi.

Hasilnya, mereka sepakat untuk melakukan program tes urine untuk mencegah kehamilan pada setiap siswi di sekolah.

Kebijakan tes kehamilan di SMA Cianjur pun dilakukan setiap selesai libur semester atau di tahun ajaran baru.

Jadi, setahun digelar dua kali tes urine untuk memastikan di sekolah tersebut tak ada siswi yang hamil.

Tes kehamilan di SMA Cianjur juga dilakukan secara tertutup yang hanya didampingi oleh guru perempuan.

Sarman selaku Kepala Sekola SMA Sulthan Baruna menjelaskan bahwa alasan dilakukannya tes kehamilan bukan hanya karena kasus tersebut, tapi sebagai upaya preventif untuk mencegah pergaulan bebas di kalangan siswa.

Selain tes urine, pihak sekolah juga menjalani program lain untuk mencegah kenalakan pada siswa dan pergaulan bebas.

Para siswa juga rutin diberikan pemahaman agama melalui siraman rohani setiap pekan.

Sementara itu, khusus siswa laki-laki diberikan sosialisasi mengenai program pencegahan narkoba agar mereka terhindar dari penyalahgunaan obat-obatan dan narkoba.

Tes Kehamilan di SMA Cianjur Tuai Pro dan Kontra

Sarman menyadari betul bahwa program yang dijalaninya ini akan menimbulkan pro dan kontra.

Namun dirinya berdalih program tersebut dilakukan sebatas untuk mencegah siswi dan siswanya terjerumus dalam pergaulan bebas.

Meskipun ada pro dan kontra, selagi positif, pihaknya akan tetap melakukan program tersebut. Apalagi orang tua juga mendukung adanya program tersebut.

Di samping itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti tes kehamilan di SMA Sulthan Baruna, Cianjur.

Pihaknya menilai program tersebut merupakan tindakan diskriminatif atau menjadikan perempuan sebagai objek.

Menurutnya, jika tujuannya untuk mengantisipasi pergaulan bebas, maka seharusnya dilakukan edukasi dan literasi secara menyeluruh.

Lebih lanjut pihak KPAI menegaskan bahwa dalam kehamilan siswi, ada objek lain di mana siswa laki-laki juga jadi penyebab.

Oleh sebab itu, tidak bisa hanya perempuan yang dites.

Langkah tes kehamilan ataupun ekstremnya tes keperawanan dianggap tak tepat oleh KPAI.

Senada dengan kontra tersebut, Aktivis Perempuan Cianjur bernama Lidya Umar juga menyayangkan kebijakan sekolah untuk tes urine.

Ia berpendapat, seharusnya program dilakukan cenderung ke pembinaan, bukan sampai ke arah tes.

Dapatkan Berita Terbaru lainya dengan Mengikuti Google News Tangselife
Dwi Oktaviani
Editor
Dwi Oktaviani
Reporter