TANGSELIFE.COM – Bayi asal Sukabumi, Jawa Barat dinyatakan meninggal dunia usai menerima imunisasi pada Selasa, 11 Juni 2024.
Imunisasi yang diterima pada bayi ini, yaitu BCG (Bacillus Calmette-Guérin) dan DPT (difteri, pertussis, dan tetanus) kemudian ditetes polio serta Rotavirus di puskesmas.
Atas meninggalnya bayi asal Sukabumi ini, pihak keluarga pun langsung datang ke Polres Sukabumi, Jumat, 14 Juni 2024.
Pihak Keluarga ingin mengungkap penyebab bayinya meninggal, karena sebelum diimunisasi bayi itu dalam keadaan baik-baik saja.
Bayi malang ini merupakan anak kedua pasangan Isan Nur Arifin (27) dan Deara Wulandari (27) asal Kampung Bantarpanjang, Kelurahan Sukakarya, Kecamatan Warudoyong, Kota Sukabumi.
Deara sebagai sang ayah menceritakan kronologi awalnya, pada Selasa pagi itu, dia datang bersama bayinya ke Puskesmas Sukakarya, Kota Sukabumi.
Di puskesmas, bayi itu dicek suhu tubuhnya, hasilnya normal sehingga dilakukan imunisasi.
“Anak saya kan ketinggalan imunisasinya, dari satu bulan setelah lahir belum pernah imunisasi. Jadi kata bidan disuntiknya dua, BCG dan DPT, terus yang ditetes ke mulut dua macam. Sesudah cek suhu tubuh dikatakan normal sama bidan, lanjutlah penyuntikan,” ungkapnya.
Deara juga merasa ada yang aneh, karena bidan tidak terlebih dahulu meminta persetujuan orangtua sebelum memberikan 4 vaksin sekaligus.
Deara kemudian pulang ke rumah pukul 09.00 WIB dan bayinya pun masih dalam keadaan sehat.
Lalu pada pukul 11.00 WIB, Deara memberi bayinya sirop Paracetamol.
Pemberian paracetamol kata dia, merupakan saran dari bidan.
“Kata bidan kan harus minum sirop itu, 3 kali dalam sehari,” ungkapnya.
Namun pada pukul 14.00 WIB, kondisi sang bayi menurun, dia menangis. Dia pun memberi tahu kondisi bayinya kepada bidan puskesmas.
Bidan merespons dengan datang ke rumah bersama seorang dokter ke rumah.
Saat itu suhu tubuh dicek dan dinyatakan normal.
Kemudian bayi itu diberi obat yang dimasukkan melalui lubang anus.
Karena keadaannya tidak membaik, bayi itu dibawa ke rumah sakit.
Kondisi bayi menuju rumah sakit dengan bibir bayinya berubah ungu kemudian kakinya dingin.
Begitu sampai di IGD RS Assyifa, bayi itu langsung ditangani oleh pihak RS.
“Dicek dada sama oksigennya, tapi gak ada respons apa pun, sampai si anak dinyatakan meninggal. Itu sekitar pukul 15.00 WIB,” ungkapnya.
Pihak Keluarga Ingin Ungkap Penyebab Kematian Bayi Asal Sukabumi
Deara menyatakan datang ke Polres Sukabumi Kota dan bertemu dengan Kanit 3. Dia baru berdiskusi, belum membuat laporan polisi.
“Kalau keinginan dari keluarga kasus ini ingin tuntas tidak ada yang ditutupi apa penyebabnya anak itu meninggal.
Apa karena dari obat yang terlalu banyak masuk, apakah karena kelalaian, karena obatnya kedaluwarsa atau ada sebab lain,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kota Sukabumi Wita Darmawanti mengungkapkan bayi yang meninggal itu berusia 2 bulan 28 hari atau 3 bulan kurang 2 hari.
Adapun yang diberikan kepada bayi itu saat imunisasi adalah suntik BCG, suntik DPT kemudian ditetes polio dan Rotavirus ke mulut.
“Pemberian vaksinasi BCG [disuntikkan] di lengan kanan, kemudian ditetes polio, kemudian disuntikan di paha itu DPT kemudian diberi Rotavirus, ditetes juga. Jadi disuntiknya 2 kali BCG dan DPT. Kombinasinya seperti itu suntik BCG ditetes polio, suntik DPT ditetes Rotavirus,” ungkapnya.
Wita juga menjelaskan, bayi itu diberikan empat vaksin karena BCG yang dilewati. Karena BCG seharusnya diberikan di usia bayi kurang satu bulan.
Wita juga menjelaskan, kejadian itu diduga Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) dan masih dilakukan investigasi untuk mengetahui penyebabnya.
“Kalau jenjangnya apabila diduga terjadi KIPI yaitu Dinkes melapor ke Pokja KIPI kemudian menyiapkan yaitu data-data untuk audit kasus, banyak data-data yang harus dikumpulkan termasuk vaksinnya sisa vaksin, suntikannya, foto,” paparnya.
“Komda KIPI di tingkat provinsi kemudian tim independen Komnas KIPI dari pusat. Saat ini masih terus dilakukan investigasi sehingga kita belum mendapatkan hasilnya apakah itu dari human error, apakah dari vaksinnya atau dari faktor lain,” pungkasnya.