TANGSELIFE.COMRupiah bergerak datar (sideways) terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) usai tertekan selama perdagangan pekan lalu.

Berkat tren sideways, Rupiah diproyeksi akan menguat menjadi Rp15.800 terhadap Dolar AS.

Kuat dugaan faktor utama Rupiah masuk tren sideways dipengaruhi indikator perekonomian AS, disusul oleh meredanya sentimen ketidakpastian politik di Indonesia.

Rupiah Menguat Tipis per Senin 29 Januari 2024

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengamati, rupiah diperdagangkan datar pada akhir pekan lalu.

Mata uang Indonesia ini juga berhasil menguat tipis menjadi Rp15.810 per dolar AS pada penutupan Senin 29 Januari 2024.

Josua turut melihat tren pergerakan datar Rupiah mendukung tren beragam pada obligasi acuan IDR bertenor rendah seperti tenor 5 tahun dan 10 tahun mencatat tren penurunan yield, sedangkan tenor panjang cenderung stagnan.

Volume perdagangan obligasi pemerintah mencatat rata-rata Rp15,70 triliun pada pekan lalu, lebih rendah dibandingkan volume minggu sebelumnya yang sebesar Rp16.97 triliun.

Sementara, kepemilikan asing pada obligasi naik Rp0,15 triliun menjadi Rp849 triliun (14,89% dari total beredar) pada 25 Januari 2024.

Dengan tren sideways, Josua memprediksi Rupiah dalam jangka pendek akan berada pada Rp15.800 – Rp15.875 per dolar AS.

Menurut Josua, Bank Indonesia (BI) pun kemungkinan akan melakukan stabilisasi melalui triple intervention (intervensi di pasar valas pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder dalam rangka menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Di sisi lain, Dolar AS diperdagangkan lebih lemah terhadap Euro dan Franc Swiss, tetapi menguat terhadap Sterling, Dollar Australia, dan Yen Jepang.

Pergerakan dolar AS seiring indikator inflasi acuan The Fed, PCE Deflator sebesar 2,6% YoY pada Desember 2023, yang tidak berubah sejak bulan sebelumnya.

Namun, pada bulan Desember PCE Core Deflator turun lebih rendah dari ekspektasi sebesar 3,0% YoY, yakni menjadi 2,9% YoY dari 3,2% YoY.

“Data PCE Deflator menyiratkan bahwa tekanan inflasi dari komponen-komponen inti mereda lebih cepat dari yang diantisipasi, sehingga meningkatkan kemungkinan penurunan suku bunga agresif oleh The Fed pada tahun ini,” jelas Josua mengutip Kontan.co.id.

Di tengah perlambatan inflasi, US Personal Spending meningkat sebesar 0,7% MoM pada bulan Desember 2023.

Angka tersebut lebih tinggi dari periode sebelumnya sebesar 0,4% MoM, serta lebih tinggi dari ekspektasi sebesar 0,5% MoM.

Hal tersebut mencerminkan permintaan konsumen yang kuat di AS.

Alhasil pada akhir sesi Jumat 29 Januari 2024, indeks dolar AS (DXY) turun 0,14% menjadi 103,43, sedangkan yield US Treasury (UST) 10 tahun naik 2 bps menjadi 4,14%.