TANGSELIFE.COM – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan (RS), sebagai tersangka kasus korupsi pengelolaan minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023.
Dalam keterangan resminya, Kejagung mengungkapkan bahwa PT Pertamina Patra Niaga diduga membeli bahan bakar jenis Pertalite, namun membayarnya dengan harga Pertamax.
Pertalite tersebut kemudian dicampur (blending) di depo untuk menjadi Pertamax.
Selain Riva Siahaan, 6 orang lain yang juga ditetapkan sebagai tersangka adalah:
- Yoki Firnandi (YF): Direktur Utama PT Pertamina International Shipping
- Sani Dinar Saifuddin (SDS): Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional
- Agus Purwono (AP): Vice President Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional
- Muhammad Keery Andrianto Riza (MKAR): Pemilik manfaat (beneficial owner) PT Navigator Khatulistiwa
- Dimas Werhaspati (DW): Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim
- Gading Ramadan Joede (GRJ): Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak
Modus dan Peran Para Tersangka Kasus Korupsi Pertamina
Menurut Kejagung, Riva Siahaan bersama SDS dan AP bersekongkol memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum.
Sementara itu, DW dan GRJ berkomunikasi dengan AP untuk mendapatkan harga tinggi saat syarat belum terpenuhi, dengan persetujuan dari SDS untuk impor produk kilang.
Yoki Firnandi juga diduga melakukan penggelembungan harga (mark up) kontrak pengiriman (shipping) minyak sebesar 13-15 persen, yang menguntungkan broker, termasuk MKAR.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa tiga Direktur Subholding PT Pertamina sengaja mengurangi produksi kilang dalam negeri.
Akibatnya, kebutuhan minyak dipenuhi melalui impor.
Hal ini pun membuat harga minyak lebih mahal dan membebani APBN karena adanya subsidi dan kompensasi BBM.
Kerugian Negara Mencapai Rp197,7 Triliun
Kejagung memperkirakan kasus korupsi ini merugikan negara hingga Rp193,7 triliun.
Penyidik juga menemukan bahwa penolakan Pertamina terhadap minyak mentah KKKS, yang sebenarnya masih memenuhi standar, dimanfaatkan sebagai alasan untuk mengimpor minyak.
Padahal, peraturan mewajibkan Pertamina memprioritaskan pasokan minyak dalam negeri.
Kasus korupsi ini masih dalam proses penyidikan lebih lanjut.
Kejagung sendiri telah memeriksa 96 saksi dan menyita 969 dokumen terkait perkara tersebut.