TANGSELIFE.COM – Tari kabasaran Minahasa, awalnya merupakan tarian perang, kini menjadi tarian yang kerap digunakan untuk menyambut tamu dalam acara kebesaran adat, serta acara daerah.
Tari kabasaran asal Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulewesi Utara saat ini ramai dibicarakan, lantaran ramai di media sosial digunakan oknum ormas dalam kerusuhan saat aksi damai bela Palestina di Kota Bitung, Sulewei Utara, Sabtu, 25 November 2023 kemarin.
Lebih dalam lagi mengenai Tarian Kasabaran, biasanya para penari berekspresi garang, bersenjatakan pedang dan tombak, mereka bergerak melompat, maju-mundur dan mengayunkan senjata dengan sigap.
Bak prajurit gagah yang siap menghancurkan musuh, maka tak jarang aksi para penari ini mengejutkan pada penontonnya.
Sejarah mencatat tarian ini dimainkan para lelaki, yang umumnya bekerja sebagai petani atau penjaga keamanan desa-desa di Minahasa.
Dalam jurnal “Simbol Verbal dan Nonverbal Tarian Kabasaran dalam Budaya Minahasa” yang ditulis oleh Vivi Nansy Tumuju, menceritakan ada ksatria yang tuama (bersifat jantan) atau wuaya (berani) inilah militer pertama di Minahasa.
Catatan Tari Kabasaran, Menurut Budayawan dan Sejarahwan
Para kesatria ini yang harus menjaga desa mereka dan harus selalu siap siaga sewaktu-waktu adanya ancaman dari luar desa.
Dalam jurnali itu juga dituliskan, kemunculan tarian tersebut tidak dapat dipisahkan dari catatan perang kepanjangan yang diraskan Suku Minahasa.
Guna memprkuat pertahanan desa, Orang Minahasa pun melakukan rekrutmen orang-orang kuat dan berbadan besar lalu dilatih berperang menggunakan pedang dan tombak.
“Gerakan-gerakan para prajurit ketika mereka sedang mempersiapkan diri untuk berperang, seperti lompatan, lompatan maju menyerang, mundur atau menyamping untuk menghindari dan menangkis serangan musuh disertai jeritan menakutkan. Itulah yang disebut cakalele atau dalam Minahasa tua sakalele,” ungkap Vivi.
Sedangkan dalam buku yang ditulis oleh Sutisno Kutoyo, dengan judul Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Sulawesi Utara. Menyebutkan, tari kabasaran merupakan penyederhanaan dan penghalusan dari cakalele, tari perang sekaligus pemujaan leluhur.
Tujuan tari cakalele dirasakan kurang ramah menyambut tamu-tamu Belanda, karena gerakan-gerakannya yang kasar dan liar
“Dengan menggunakan gerakan-gerakan quadrille yang diperkenalkan Spanyol maka diciptakanlah tari kabasaran sebagai tari untuk menyambut tamu-tamu Belanda,” catat Sutisno Kutoyo.
Sementara Jessy Wenas dalam Sejarah dan Kebudayaan Minahasa, menjelaskan, istilah kabasaran sendiri merupakan perubahan dari kawasaran. Kawasaran berasal dari kata wasar yang artinya ayam jantan aduan yang sengaja dipotong jenggernya (sarang) agar lebih galak saat diadu.
“Jadi kabasaran artinya penari yang menari seperti gaya gerak dua ekor ayam yang sedang menyabung, atau identik dengan ayam aduan,” ujarnya.
Wenas juga mnejelaskan, trian yang sangat enerjik dalam setiap gerakannya melambangkan keberanian seorang kesatria dalam medan perang.
Semua gerakan tari ini mnegikuti komando dari pemimpin kelompok penari yang disebut tombolu. Tombolu dipilih sesuai kesepakatan para sesepuh adat.
“Penari yang terluka biasanya karena kesalahan sendiri, yang dalam hal ini si penari kurang menguasai sembilan jurus memotong dengan pedang dan sembilan jurus tusukan tombak,” ujar Wenas.
Kostum yang dipakai saat menari pun tidak kalah menarik. Kostum dengan dominasi warna merah ini dibuat dari kain tenun khas Minahasa.
Para penari juga memakai topi bulu ayam atau bulu burung cenderawasih, kalung, gelang, dan aksesoris lainnya.