TANGSELIFE.COM – Mahkamah Konstitusi (MK) resmi memperbolehkan melakukan kampanye pemilu di tempat pendidikan seperti sekolah dan kampus.
Putusan MK yang mengizinkan kampanye pemilu dilakukan di tempat pendidikan tertuang melalui amar Putusan Nomor 65/PUU-XXI/2023.
Putusan ini sekaligus mengabulkan sebagian permohonan perkara pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang diajukan Handrey Mantiri dan Ong Yenni.
Kedua pemohon mempersoalkan perihal larangan kampanye pemilu menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, yang diatur dalam Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu.
Bagaimana Aturan Kampanye Pemilu di Tempat Pendidikan?
Dalam amar putusan, MK menyatakan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Hakim Konstitusi, Enny Nurbaningsih, dalam pertimbangan hukum putusan mengatakan pengaturan larangan kampanye menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan telah diatur sejak era reformasi.
Adapun dalam Penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h UU 7/2017 ditentukan adanya unsur pengecualian atas norma larangan kampanye di fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
Kegiatan kampanye dilarang di tiga tempat itu kecuali jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye dan atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
Berkenaan dengan adanya pengecualian, MK menyatakan bahwa fasilitas pemerintah atau tempat pendidikan masih mungkin digunakan kampanye pemilu, sepanjang memenuhi syarat.
“Sehingga pelaksana, peserta, dan tim kampanye Pemilu dapat menggunakan fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye,” kata Enny Nurbaningsih.
Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang memperbolehkan kampanye pemilu di tampat pendidikan bisa disimak di tautan ini.
Putusan MK Bolehkan Kampanye Pemilu di Tempat Pendidikan Tuai Kontroversi
Putusan MK yang memperbolehkan kegiatan kampanye pemilu di sekolah dan kampus menuai perdebatan, utamanya dari kalangan pendidik dan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia).
Komisioner KPAI, Sylvana Apituley, menyampaikan bahwa tempat pendidikan atau sekolah seyogyanya jadi tempat yang netral dari aktivitas politik.
“KPAI menyesalkan putusan Mahkamah Konstitusi No 65/PUU-XXI/2023 yang tidak melarang secara total kampanye politik oleh pelaksana, peserta dan tim kampanye di tempat pendidikan, sebagaimana diberlakukan bagi tempat ibadah,” kata Sylvana Apituley.
Menurut Sylvana, kebanyakan materi kampanye yang diberikan tidak sesuai untuk anak, meski anak tersebut sudah berusia 17 tahun atau sudah mengantongi hak pilih.
Materi kampanye yang diberikan justru malah berpotensi membahayakan karena membentuk persepsi, sikap, dan prilaku sosial anak yang negatif.
“Berbagai bentuk materi kampanye yang tidak sesuai dan dapat merusak perkembangan emosi dan mental anak berupa agitasi, propaganda, stigma dan hoax yang mengadu domba tentang lawan politik, ajakan untuk mencurigai dan membenci, serta politisasi identitas yang dapat memperuncing disharmoni,” terangnya.
“Yang diperlukan oleh siswa atau murid sekolah dan para pemilih pemula adalah pendidikan politik, kewargaan (citizenship), dan Hak Asasi Manusia. Kampanye politik jelas bukanlah model pendidikan politik yang ideal bagi mereka,” jelas Sylvana.
Ia juga memaparkan temuan KPAI berdasarkan pengawasan yang dilakukan selama 10 tahun terakhir untuk memperkuat argumentasinya.
“Paling tidak terdapat 15 bentuk penyalahgunaan, eksploitasi dan kekerasan terhadap anak yang terjadi selama masa kampanye hingga masa sesudah pengumuman hasil Pemilu/Pilkada pada 2014 hingga tahun 2019 lalu, dan sebagian terjadi pula pada enam bulan terakhir ini,” ujarnya.
Karena itu KPAI berkoordinasi dengan KPU (Komisi Pemilihan Umum) untuk memberi masukan dalam revisi PKPU (Peraturan Komisi Pemilihan Umum) terkait kampanye pemilu di tempat pendidikan.
“Dengan mendorong adanya pengaturan yang detil, jelas, dan komprehensif terkait kampanye di sekolah, serta memastikan penetapan sanksi yang jelas dan tegas bagi pihak-pihak yang melanggar,” tandas Sylvana.
Dalam waktu dekat, KPAI juga akan mempublikasikan panduan pengawasan Pemilu dan Pilkada berbasis hak anak yang kelak dapat digunakan oleh masyarakat luas untuk ikut melakukan pengawasan.
Reaksi serupa terkait Putusan MK terkait kampanye pemilu di tempat pendidikan datang dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).
Sekretaris Jenderal FSGI, Heru Purnomo, berpendapat bahwa Putusan MK dapat berpotensi membahayakan keselamatan para pelajar maupun mahasiswa.
“Secara teknis nantinya juga akan sulit bagi sekolah saat lembaganya digunakan untuk tempat kampanye disaat proses pembelajaran sedang berlangsung.”
“Hal ini juga berpotensi membahayakan keselamatan peserta didik nantinya”, ujar Heru.