TANGSELIFE.COM- Pemerintah Indonesia terus berupaya menghadirkan makanan Nusantara di Tanah Suci melalui pemanfaatan produk Ready to Eat (RTE) dan bumbu pasta asal Indonesia untuk musim haji 2026.
Direktur Jenderal Pengembangan Ekosistem Ekonomi Haji dan Umrah, Jaenal Effendi, menegaskan bahwa kebijakan ini tidak semata-mata soal pasokan makanan.
Menurutnya, penyediaan konsumsi makanan Nusantara di Tanah Suci yang sesuai selera merupakan bagian penting dari pelayanan haji yang berorientasi pada kenyamanan jemaah.
“Pelayanan yang baik berawal dari pemahaman kebutuhan jemaah. Konsumsi dengan rasa yang familiar dan standar mutu terjaga akan membantu jemaah menjalankan ibadah dengan lebih tenang,” ujarnya.
Peran Besar UMKM untuk Makanan Nusantara di Tanah Suci
Di balik kemasan RTE dan racikan bumbu pasta yang akan tersaji di Tanah Suci, terdapat peran besar UMKM dan produsen pangan dalam negeri.
Karena itu, pemerintah memastikan seluruh rantai pasok berjalan optimal, mulai dari proses produksi di Indonesia hingga penyajian di dapur haji di Arab Saudi.
Direktur Jenderal Pengendalian Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Harun Al Rasyid, menekankan bahwa Kementerian Haji dan Umrah berfokus pada kepastian pelaksanaan di lapangan. Ia menyebut keberhasilan program ini bergantung pada kerja sama profesional antara dapur katering, importir, dan supplier Indonesia.
“Yang kami dorong bukan hanya komitmen, tetapi kepastian pelaksanaan. Dapur harus benar-benar menggunakan produk Indonesia, dengan skema harga dan mekanisme pembayaran yang jelas agar layanan jemaah berjalan optimal,” jelas Harun.
Sebagai bentuk kesiapan operasional, pemerintah telah menetapkan 52 dapur di Makkah dan 23 dapur di Madinah untuk melayani jemaah haji Indonesia. Seluruh dapur tersebut diwajibkan menggunakan produk Indonesia, mulai dari RTE, bahan makanan segar, hingga bumbu pasta, sesuai ketentuan dalam kontrak penyelenggaraan haji.
Langkah Kemenhaj ini mendapat respons positif dari para importir Arab Saudi. Mereka menilai kejelasan peran, dukungan kelembagaan, serta kepastian pembayaran menjadi kunci kelancaran transaksi. Faktor tersebut dinilai penting agar produsen dan UMKM Indonesia dapat berproduksi secara berkelanjutan tanpa kekhawatiran.
Sebagai tindak lanjut, pemerintah akan segera mendistribusikan data dapur, daftar supplier Indonesia yang telah tersertifikasi, serta importir yang memenuhi persyaratan. Langkah ini bertujuan mempercepat koordinasi, proses pemesanan, dan distribusi agar produk Indonesia tersedia tepat waktu menjelang musim haji.
Lebih dari sekadar pengaturan logistik, kebijakan ini mencerminkan keseriusan pemerintah menghadirkan layanan haji yang humanis. Dari dapur-dapur di Makkah dan Madinah, cita rasa Nusantara diharapkan mampu menjadi pengobat rindu jemaah Indonesia, sekaligus memperkuat posisi produk nasional dalam ekosistem ekonomi haji.


