TANGSELIFE.COM – Militer Israel semakin agresif lancarkan serangan dara ke Gaza, Palestina. Bahkan pasukan Israel telah mengepung Kota Gaza, pada Kamis, 2 November 2023.

Namun, pihak Hamas pun terus lakukan peralaman terhdap serangan militer Israel yang mengepung Kota Gaza tersebut.

Kini kota di utara Jalur Gaza, menjadi kosentrasi serangan militer Israel. Bahkan Israel pun bersumpa akan menghancurkan struktur komando Hamas.

Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, dalam kerangan resminya mengatakan, pihaknya meminta warga sipil lari ke area selatan.

“Kami berada di puncak pertempuran. Kami telah mencapai keberhasilan yang mengesankan dan telah melewati pinggiran Kota Gaza. Kami maju,” ujarnya dalam sebuah pernyataan.

Di tengah ledakan besar di Gaza, juru bicara militer Israel Laksamana Muda Daniel Hagari mengatakan, pasukan negaranya telah menyelesaikan pengepungan Kota Gaza.

Sementara itu, kepala insinyur militer Israel, Brigadir Jenderal Iddo Mizrahi, menyebutkan pihaknya juga tengah dihadapi ranjau dan jebakan di Gaza.

“Hamas telah belajar dan mempersiapkan diri dengan baik,” katanya.

Sedangkan dari juru bicara sayap bersenjata Hamas, Abu Ubaida , mengatakan dalam pidato yang disiarkan televisi, menyebutkan jumlah korban tewas Israel di Gaza jauh lebih tinggi daripada yang diumumkan militer. “Tentara Anda akan kembali dengan tas hitam,” katanya.

Para pasukan Hamas ini muncul dari terowongan untuk menembaki tank, kemudian menghilang kembali ke dalam jaringan, kata warga dan video dari kedua kelompok menunjukkan.

Dalam salah satu video militer Hamas, seorang pejuang muncul di lapangan Gaza dan menempatkan alat peledak di sebuah tank.

Sebuah ledakan terdengar saat pesawat tempur tersebut, yang tampaknya mengenakan kamera tubuh untuk mendokumentasikan kejadian tersebut, berlari kembali ke terowongan dan menembakkan rudal anti-tank ke arah tank.

Serangan Militer Israel, Ancaman Genosida Warga Sipil Palestina

Penderitaan warga sipil Palestina terus berlanjut, dan para ahli PBB mengatakan mereka berada dalam “risiko besar terjadinya genosida”.

Warga sipil Palestina menderita kekurangan makanan, bahan bakar, air minum dan obat-obatan. “Air digunakan sebagai senjata perang,” kata Juliette Touma, juru bicara badan PBB untuk pengungsi Palestina UNRWA.

Di Khan Younis, di selatan Jalur Gaza, Rafif Abu Ziyada yang berusia sembilan tahun mengatakan dia minum air kotor dan mengalami sakit perut serta sakit kepala.

“Tidak ada gas untuk memasak, tidak ada air, kami tidak makan enak. Kami jadi sakit. Ada sampah di tanah dan seluruh tempat tercemar,” terangnya.

Lebih dari sepertiga dari 35 rumah sakit di Gaza tidak berfungsi, dan banyak di antaranya diubah menjadi kamp pengungsi darurat.

“Situasinya sudah melampaui bencana,” kata badan amal Bantuan Medis untuk Palestina, menggambarkan koridor yang padat dan banyak petugas medis yang kehilangan dan kehilangan tempat tinggal.

Militer Israel Kepung Gaza, Pintu Perbatasan Rafah Dibuka

Israel
Terlihat para pengungsi dari Gaza melintasi perbatasan Rafah menuju Mesir.

Dialnsir dari VOA Indonesia, Ratusan pengungsi dari Gaza pun akhirnya melintas perbatasan Rafa dan meninggalkan Gaza, diantaranya juga masih mengalami luka serius akibat serangan brutal Israel ke Gaza.

Ratusan pengungsi ini akhirnya diizinkan meninggalkan Gaza, dan langsung menuju wilayah Mesir setelah menunggu lebih dari tiga minggu.

Sementara itu Israel masih terus memborbardir Gaza, termasuk di daerah padat penduduk.

Ribuan orang telah terpaksa meninggalkan rumah mereka seiring meningkatnya serangan udara Israel ke Gaza, di tengah kelangkaan air bersih, makanan dan BBM.

Belum jelas berapa banyak lagi warga yang akan diizinkan meninggalkan Gaza dalam beberapa hari ke depan.

Rania Hussein, warga Yordania yang tinggal di Gaza ini pun meneceritakan kelegaannya setelah bisa dievakuasi.

“Saya berhasil melewati semua perang. Ketika perang ini terjadi, kami pikir masalah utama adalah pemadaman listrik dan air bersih, tetapi ternyata masalahnya jauh lebih besar,” ujarnya.

Kami melakukan perjalanan panjang dan hanya Allah SWT yang tahu bagaimana kami meninggalkan Gaza untuk sampai di sini,” tambah Huessein.

“Kami sempat tinggal di sebuah tempat penampungan di sekolah. Saya tidak percaya ketika semalam Kementerian Luar Negeri Yordania menghubungi kami sekitar pukul 2.30 malam, meminta kami bersiap untuk keluar. Lalu telepon terputus, demikian pula internet dan lainny,” pungkasnya.

“Kami tiba di perbatasan Mesir ini dengan harapan dapat meninggalkan Gaza,” ujar senada disampaikan warga negara Kanada, Asil Shurab.

Shurab mengatakan, kantor Kedutaan Kanada belum berhasil dihubungi lagi karena buruknya jaringan telpon.

“Tetapi kemarin kami mendengar bahwa pintu perbatasan ini akan dibuka pukul tujuh pagi,” ujarnya.

“Jadi kami datang dengan harapan bisa pergi. Kami hanya punya sedikit harapan untuk meninggalkan Gaza dan menyelamatkan nyawa kami,” pungkasnya.

Sopiyan
Editor