TANGSELIFE.COM – Upaya Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy terkait bantuan sosial (bansos) untuk korban judi online menuai pro dan kontra.
Sebelumnya, Muhadjir mengatakan bahwa praktik judi dapat memiskinkan masyarakat, sehingga kelompok tersebut berada di bawah tanggung jawab kementeriannya.
Oleh karena itu, Muhadjir melakukan advokasi dengan memasukkan korban judi online dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai penerima bansos.
Sontak, pernyataan Muhadjir terkait korban judi online jadi penerima bansos itu menuai beragam pro kontra dari sejumlah kalangan.
Pro Kontra Korban Judi Online Jadi Penerima Bansos
Wakil Ketua Komisi III DPR Habiburokhman, sepakat dengan upaya Muhadjir yang memasukkan korban judi online dalam DTKS.
Politikus Partai Gerindra itu menyebut korban judi online bisa memperoleh bansos untuk sementara waktu sembari mengurangi ketergantungan pada judi daring.
“Kami sepakat sekali (bansos),” ujar Habiburokhman.
“Kalau dia bisa survive, artinya dia bisa kurang keinginannya beradu nasib dengan judi online,” kata Habiburokhman, seperti dikutip dari Tempo.
Hal senada disampaikan Dosen Ilmu Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Asep Suryana, yang menilai bahwa pemberian bansos kepada korban judi daring merupakan hal lumrah.
Menurut Asep, secara normatif negara dianggap harus hadir mengintervensi individu yang terdampak judi online, termasuk melalui pemberian bansos yang dimaksud oleh Menko PMK Muhadjir.
Namun selain perlindungan ekonomi, Asep mengatakan bahwa pemerintah harus aktif merehab korban judi online, serta mengambil langkah yang lebih sistematis dengan penguatan regulasi, selain membuat unit yang sifatnya sementara.
“Judol itu kan ada problem psikososial. Kalau orang kecanduan judi online, dia akan berusaha menyenangkan sendiri, nggak berpikir panjang,” kata Asep.
“Kalau menguras harta sampai jatuh miskin, maka negara harus intervensi supaya keluarga dan anak bisa hidup layak.”
Selain respons positif, wacana pemberian bansos pada korban judi online mendapat kritik, salah satunya dari Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid.
Hidayat Nur Wahid mengkritik serta menuntut adanya pengawasan atas kebijakan tersebut.
“Jangan sampai itu nanti malah diberikan kepada yang tidak berhak, tidak masuk DTKS,” kata Hidayat, seperti dikutip dari Tempo, Selasa 18 Juni 2024.
Hidayat khawatir bansos yang tersebut tidak digunakan sebagaimana mestinya atau malah digunakan kembali untuk berjudi.
“Banyak di antara mereka malah untuk membeli rokok atau membeli hal-hal yang kemudian tidak membantu ekonomi mereka,” ucap Hidayat.
Alih-alih memberikan bansos, Anggota Komisi VIII DPR ini mendorong adanya sanksi hukum bagi korban judi online.
“Di Singapura dan juga di Malaysia, mereka yang menjadi pelaku judi online bukan diberi bansos, tapi malah dihukum, didenda maupun juga dihukum kurungan,” tegasnya.
Penolakan pemberian bansos untuk korban judi online juga datang dari Wakil Ketua Komisi VIII DPR Diah Pitaloka.
Diah Pitaloka menilai hanya korban judi online yang sudah terdata dalam DTKS yang bisa mendapatkan bansos dari pemerintah.
“Artinya, data DTKS itu ada parameter pengukurnya, parameter kemiskinan. Nah, nanti dimasukkan saja ke sistem DTKS apakah masuk atau tidak,” jelasnya.
“Silakan saja korban (judi online) apakah masuk atau tidak, ya silakan masuk ke dalam proses verifikasi DTKS.”
“Misalnya, jatuh miskin butuh bantuan, kemudian masuk kriteria kemiskinan itu lain, tapi bukan variabel kalah judi online menentukan masuk DTKS, tidak bisa,” terang Diah.
Dibandingkan diberi bansos, Diah menilai hal yang lebih penting adalah langkah mengatasi dan memberantas judi online.
“Orang ada yang ketipu, ya, banyak kalau bicara kriminal. Jadi yang penting itu judi online-nya yang diatasi, sumbernya,” kata Diah.