TANGSELIFE.COM – Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Taruna Ikrar mengatakan, skincare hasil produksi pabrik ilegal di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) dapat menimbulkan berbagai dampak.

Untuk diketahui berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPOM, produk skincare dari pabrik ilegal itu mengandung berbagai zat berbahaya mulai dari hidrokuinon, tretinoin, betametason, deksametason, hingga klindamisin.

Taruna mengungkapkan, dampak yang ditimbulkan dari skincare hasil produksi pabrik ilegal bervariatif, mulai dari iritasi kulit, permasalahan ginjal, hingga kanker.

Ia menjelaskan, untuk produk yang mengandung hidrokuinon dan tretinoin dapat menyebabkan atopik.

“Atopik kita punya pori-pori yang ada di kulit dan akhirnya bentuk-bentuk hitam dan sebagainya,” kata Taruna di pabrik ilegal pada Rabu, 19 Maret 2025.

Sementara produk yang mengandung Deksametason bisa menyebabkan penyakit ginjal hingga kanker.

Taruna tak menampik zat deksametason merupakan anti inflamasi yang jika digunakan secara tepat dapat menurunkan pembengkakan.

Namun zat tersebut tetap menimbulkan dampak pada tubuh manusia.

“Tapi dampaknya ada. Ini bisa memacu kalau dia terabsorbsi ke sistem kita, masuk ke sistem adrenoid ginjal kita bisa menyebabkan penyakit ginjal dan juga bisa menyebabkan salah satu yang diduga bisa menyebabkan kanker,” jelasnya.

Untuk diketahui pabrik skincare ilegal tersebut digerebek oleh BPOM pada Rabu sore, 19 Maret 2025.

Pabrik skincare ilegal itu dikabarkan telah beroperasi selama dua tahun dan memiliki 40 karyawan.

Dalam sehari pabrik tersebut berhasil memproduksi 5.000 berbagai produk skincare sehari dengan omzet mencapai Rp1 miliar perbulan.

Produk itu diedarkan ke berbagai wilayah Indonesia mulai dari Semarang, Medan hingga Makassar.

Sementara pasangan suami istri (pasutri) pemilik pabrik ilegal tersebut telah diamankan dan masih menjalani pemerikaaan lanjutan.

Dapatkan Berita Terbaru lainya dengan Mengikuti Google News Tangselife
sosmed-whatsapp-green Follow WhatsApp Channel Tangselife
Follow
Dwi Oktaviani
Editor
Andre Pradana
Reporter