TANGSELIFE.COM – Harvey Moeis ternyata tidak memiliki jet pribadi. Pemilik sebenarnya jet tersebut diungkapkan oleh Kejaksaan Agung.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan pesawat jet Bombardier Challenger 605 dengan nomor registrasi T7_IDR itu milik San Marino.
Diketahui, bahwa Harvey Moeis kerap menggunakan jet pribadi dalam beberapa aktivitasnya.
Kini dia tengah menjadi tersangka kasus korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Pesawat tersebut milik perusahaan Regal Metters Limited Ltd. Sementara untuk pengoperasian pesawatnya diserahkan kepada PT Express Transportasi Antarbenua.
“Pesawat ini milik Regal Meters Limited Ltd yang pengoperasionalannya kerja sama dengan PT Express Transportasi Antarbenua dalam kurun waktu tahun 2019 sampai 2022,” jelas Harli.
Saat ini Harvey juga tidak pernah melakukan penyewaan terhadap pesawat Jet Bombardier tersebut.
Namun, Harvey tercatat 32 kali menaiki pesawat tersebut sebagai penumpang.
“Dia tidak juga sebagai penyewa, hanya penumpang,” paparnya.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kuntadi mengatakan, pengungkapan kepemilikan pesawat itu untuk memastikan ada tidaknya aliran dana korupsi dalam proses pembelian jet tersebut.
“Kalau memang ada kaitannya, benar kepemilikannya atau disembunyikan pasti kita kejar,” paparnya.
Harvey Moeis Tersangka Korupsi Timah
Diketahui, sebanyak 22 tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah.
Mulai dari Direktur Utama PT Timah 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani hingga Harvey Moeis sebagai perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.
Saat ini ada 12 tersangka juga telah dilimpahkan oleh penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk segera disidang.
Kejagung menyebut berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut mencapai Rp300,003 triliun.
Rinciannya yakni kelebihan bayar harga sewa smelter oleh PT Timah sebesar Rp2,85 triliun, pembayaran biji timah ilegal oleh PT Timah kepada mitra dengan sebesar Rp26,649 triliun dan nilai kerusakan ekologis sebesar Rp271,6 triliun.