TANGSELIFE.COM – Sungai terpanjang di dunia, Sungai Amazon di Amerika Selatan, turut terdampak kekeringan yang melanda dunia.

Terhitung pada Senin 16 Oktober 2023, tinggi air Sungai Amazon surut drastis sampai di titik terendah dalam 121 tahun terakhir.

Saat itu tinggi air Sungai Amazon tercatat 13,59 meter di pelabuhan Manaus yang terletak pada pertemuan Rio Negro dan Amazon.

Ketinggian air sungai itu turun drastis dibandingkan tahun lalu yang mencapai 17,60 meter.

Kementerian Ilmu Pengetahuan Brasil menerangkan bahwa penyebab mengeringnya Sungai Amazon merupakan efek fenomena El Nino yang mendorong pola cuaca ekstrem global.

Kementerian Ilmu Pengetahuan Brasil memperkirakan kekeringan akan berlangsung setidaknya hingga bulan Desember.

Pada waktu tersebut, dampak El Nino diperkirakan mencapai puncaknya.

Sungai Amazon kering
air di sungai Amazon turun drastis akibat kekeringan

Dampak Kekeringan Sungai Amazon

Kekeringan Sungai Amazon itu berdampak kepada 481.000 warga yang mengalami krisis air bersih.

Selain itu, kekeringan mempersulit akses warga sekitar terhadap makanan, air minum, dan obat-obatan yang biasanya diangkut kapal melalui sungai.

Tokoh masyarakat Santa Helena do Ingles, Nelson Mendonca, mengatakan beberapa daerah masih dapat dijangkau dengan perahu kano.

Namun, beberapa perahu belum mampu membawa perbekalan melalui sungai, sehingga sebagian besar barang tiba dengan traktor atau berjalan kaki.

“Ini tidak terlalu baik bagi kami, karena praktis kami terisolasi,” katanya.

Seorang ahli biologi di Brasil, Pedro Tunes, menyebut Amazon mengalami kekeringan terburuk dalam 43 tahun terakhir yang berdampak buruk juga bagi beberapa sektor vital.

“Dalam beberapa minggu terakhir, Amazon di Brazil menghadapi kekeringan terburuk dalam 43 tahun terakhir, yang berdampak pada produksi energi dan pangan, akses terhadap air di perkotaan, dan seluruh ekosistem di wilayah tersebut,” kata Pedro.

Suhu di beberapa wilayah Brasil juga dilaporkan terus meningkat hingga di atas 40 derajat Celcius, lebih tinggi 10 derajat Celcius dari rata-rata tahun ini.

Penelitian perusahaan riset Serviço Geologico di Brasil menunjukkan permukaan air di sungai-sungai wilayah itu turun hingga 14 cm per hari akibat panas berkepanjangan.

Turunnya permukaan air dan suhu air yang tinggi telah berdampak pada pasokan makanan dan kondisi sanitasi sungai.

Faktor itu pula yang kemungkinan besar menjadi penyebab kematian para lumba-lumba sungai Amazon.

Sedikitnya 130 ekor lumba-lumba sungai mati di Danau Tefe yang merupakan bagian dari Sungai Amazon.

Sampai saat ini, sekitar 10 persen populasi lumba-lumba yang diketahui di danau tersebut telah mati.

Kendati begitu, peneliti senior lumba-lumba dari unit keanekaragaman hayati Institut Nasional Penelitian Amazon, William Magnusson, belum bisa memastikan penyebab lumba-lumba tersebut mati.

“Kita belum mengetahui cukup banyak tentang lumba-lumba untuk mengetahui apakah hal tersebut disebabkan oleh pengaruh langsung dari suhu, kontaminasi bakteri dari ikan yang mati, atau kombinasi dari jumlah bakteri dan kerusakan imunologi yang disebabkan oleh panas,” kata Magnusson.

lumba lumba sungai Amazon mati
sedikitnya 130 lumba-lumba di Amazon mati

Oceanografic Valencia, akuarium terbesar di Eropa yang berlokasi di Valencia, Spanyol, bekerja sama dengan upaya internasional di Amazon untuk mengatasi kematian massal lumba-lumba sungai Amazon.

“Kelangsungan hidup lumba-lumba sungai yang tersisa sangat terancam. Lumba-lumba itu memerlukan intervensi untuk pelestarian populasinya,” pernyataan Oceanografic Valencia.

Organisasi lokal bersama dengan Kebun Binatang Nuremberg dari Jerman, National Marine Mammal Foundation (NMMF) dari Amerika Serikat (AS), dan organisasi lain dari Argentina, Amerika dan Eropa, menyusun rencana darurat untuk menghadapi situasi buruk di Amazon itu.

Di lapangan, Institut Mamiraua, sebuah organisasi nirlaba yang didanai oleh Kementerian Sains, Teknologi, Inovasi dan Komunikasi Brasil, memimpin penelitian dan respons terhadap krisis ini.

“Persentase tinggi hilangnya lumba-lumba sungai Amazon sangat mengkhawatirkan. Jika jumlah ini meningkat, kita mungkin menghadapi kemungkinan kepunahan spesies tersebut di Danau Tefe,” kata peneliti Miriam Marmontel.

Sekitar 80 persen lumba-lumba yang mati berasal dari satu spesies yakni Inia geoffrensis, sementara 20 persen lainnya spesies Sotalia fluviatilis.