TANGSELIFE.COM – Satu per satu fakta keluarga bunuh diri di Apartemen Penjaringan, Jakarta Utara, pada Sabtu 9 Maret 2024 lalu, terungkap.

Saat ini, Kepolisian Resor (Polres) Jakarta Utara telah memeriksa 12 saksi atas kasus satu keluarga bunuh diri tersebut.

Berdasarkan keterangan saksi-saksi yang telah diperiksa, fakta terkait satu keluarga bunuh diri pun banyak terungkap.

Kapolres Jakarta Utara Kombes Gidion Arif Setyawan mengatakan keluarga bunuh diri ini dikenal sangat tertutup.

Bahkan, satu keluarga ini tidak begitu terbuka dengan keluarga besarnya sendiri.

Adapun menurut keterangan keluarga, pihaknya sudah tidak menjalin komunikasi dengan keempat korban selama dua tahun.

“Memang ada ketertutupan dengan keluarga besarnya,” ucap Kombes Gidion Arif Setyawan, Senin 18 Maret 2024.

“Sudah tidak komunikasi ya tidak komunikasi lama sudah ada dua tahun tidak komunikasi dengan keluarganya,” beber Gidion.

Fakta-fakta Satu Keluarga Bunuh Diri

Selain tertutup, korban satu keluarga bunuh diri diketahui sempat tinggal di sebuah daerah di di Kota Solo.

Sayangnya, lokasi tempat tinggal belum bisa dilacak, termasuk lokasi sekolah dua korban yang masih anak-anak.

Sebab, kedua korban anak ternyata sudah tidak bersekolah selama satu tahun.

“Anak tidak terdaftar sekolah sudah satu tahun,” kata Gidion lagi.

Hingga saat ini, keterangan para saksi masih menjadi bagian dari penyidikan pihak kepolisian.

“Sangat subyektif itu menjadi bagian dari penyidikan kami,” sambungnya.

Selain keterangan saksi, polisi juga telah menemukan ponsel yang digunakan para korban telah dalam kondisi hancur.

Polisi menduga keluarga tersebut kerap bergonta-ganti nomor ponsel.

“Handphone itu kondisi pecah rusak berat tidak bisa diekstrak,” kata Gidion.

Sebelum melakukan bunuh diri, satu keluarga bunuh diri itu sempat menumpangi taksi daring dan berkomunikasi dengan sopir taksi.

Namun menurut penyelidikan, komunikasi yang terjadi dengan sopir taksi berlangsung natural dan tidak memperlihatkan adanya kecemasan.

Adapun petunjuk lain yakni dari ikatan tali, tali yang terikat di tangan para korban bisa jadi petunjuk untuk menguak apa alasan satu keluarga bunuh diri tersebut.

“Tali itu menjadi clue-nya untuk cek apakah ada DNA (deoxyribonucleic acid) lain atau tidak,” ungkap Gidion.

Dengan mengetahui keberadaan DNA lain atau tidak, akan menegaskan kasus ini pada dugaan pembunuhan atau bunuh diri.

Tindakan Bunuh Diri Diduga Direncanakan Matang

Gidion menduga satu keluarga bunuh diri ini sudah merencanakan aksinya dengan matang.

Namun, siapa yang menginisiasi peristiwa ini masih terus didalami pihak kepolisian.

“Siapa sih yang menentukan si ibu berpasangan dengan anak laki, si bapak berpasangan dengan perempuan. Pasti ada aktor di balik itu semua,” jelasnya.

Belum bisa dipastikan, apakah sosok itu merupakan orang lain atau salah satu dari orang tua korban.

Gidion meyakini tindakan bunuh diri ini tidak mungkin diinisiasi oleh kedua anaknya yang masih anak-anak.

Untuk itu pihak kepolisian pun telah melakukan tiga kali olah TKP guna menguatkan penyidikan, antara lain melalui pemeriksaan DNA dan melacak CCTV.

Diberitakan sebelumnya, satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan dua anaknya, tewas di tempat setelah melompat dari lantai paling atas apartemen (rooftop).

Sontak, aksi satu keluarga yang melompat dari apartemen sekitar pukul 16.00 WIB itu menjadi tontonan para penghuni lainnya.

“Dari sore jatuhnya, tiba-tiba langsung empat orang jatuh dan meninggal,” ujar salah seorang penghuni apartemen.

Menurut informasi, keempat orang tersebut pernah menjadi penghuni apartemen selama beberapa waktu.

Namun kemudian, satu keluarga tersebut pindah tempat tinggal dan sudah dua tahun tak terlihat di apartemen tersebut.

Satu keluarga itu pun baru terlihat lagi pada hari mereka mengakhiri hidup secara bersama-sama di apartemen tersebut.