TANGSELIFE.COM- Kasus revenge porn atau ancaman video asusila yang dialami mahasiswi berinisial IS, 23, warga Kabupaten Pandeglang terus jadi perbincangan publik.

Kasus revenge porn itu mencuat tatkala jadi trending topic di Twitter, Selasa, 27 Juni 2023 hingga muncul ramai pemberitaan di media massa.

Kakak korban revenge porn dengan akun @zanatul_91 mengeluhkan keberpihakan jaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Pandeglang pada kasus yang menimpa adiknya tersebut.

Dugaan korban itu muncul karena orang tua pelaku yang berinisial AHM ini merupakan mantan pejabat Pemkab Pandeglang, membuat Kejaksaan Agung (Kejagung) turun tangan.

Kasus revenge porn yang menghebohkan itu pun dijelaskan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Banten Didik Farkhan Alisyahdi.

Dia mengatakan kasus revenge porn yang viral itu menurutnya terjadi karena kesalahpahaman antara korban dan Kejari Pandeglang.

Didik mengatakan kasus revenge porn yang ditangani penyidik Polda Banten itu terkait dugaan pelanggaran Undang-Undang ITE nomor 11 Tahun 2008.

Awalnya kasus revenge porn itu bermula sepasang kekasih yang perempuan berinisial IS dan prianya AHM yang sejak tahun 2015 kenal dan pacaran.

Menurut Didik juga pada 2021, pasangan kekasih itu melakukan hubungan suami istri di rumah AHM yang kini jadi terdakwa kasus ITE.

Saat melakukan aksi terlarang tersebut, AHM  merekam korban. Kemudian selama perjalanan pacaran, keduanya sering putus dan nyambung lagi selama bertahun-tahun.

“Kalau diputusin, AHM sering menggunakan video yang direkam itu supaya tidak diputuskan oleh korban. Karena dia masih cinta,” terang Didik juga.

Bahkan, video yang berisikan konten asusila itu digunakan berkali-kali oleh terdakwa untuk mengancam korban ketika korban meminta putus.

Kasus Revenge Porn terjadi saat Hubungan Pacaran Keduanya Putus pada 2021

Pada tahun 2021, korban IS memutuskan untuk menyudahi hubungan pacaran dengan terdakwa AHM.

Kasus revenge porn itu terjadi ketika diputuskan, terdakwa menyebarkan video tersebut kepada sejumlah teman-teman korban.

Atas tindakan terdakwa tersebut, korban melaporkan kasus itu ke Markas Polda Banten dan pelaku dijadikan tersangka.

“Kasus itu jadi berkas perkara, kemudian dilimpahkan ke Kejati Banten. Lalu berkas perkaranya dilimpahkan sesuai locus di Kejari Pandeglang,” papar Didik juga.

Setelah berkas siap, Kejari Pandeglang melimpahkan berkas tersebut ke PN Pandeglang untuk disidangkan.

“Jadi kasusnya UU ITE yaitu mentransmisikan video asusila. Kasus itu sudah disidangkan sebanyak tiga kali,” paparnya juga.

“Pada sidang ketiga ini baru dilakukan pemanggilan saksi untuk diminta keterangan oleh hakim,” cetusnya juga.

Awal mula adanya kesalahpahaman pihak korban dan kejaksaan terjadi. Seusai sidang, korban datang bersama dua kakaknya ke kantor Kejari Pandeglang.

Kejari Pandeglang merupakan satu-satunya di Indonesia yang baru membuka Posko Akses Keadilan Bagi Perempuan dan Anak.

Dalam pertemuan itu, kakak korban menceritakan bahwa tiga tahun yang lalu, korban telah diperkosa oleh terdakwa.

Atas cerita itu, Kejari Pandeglang menyarankan pihak keluarga untuk melaporkan kasus itu ke Polda Banten.

“Kejaksaan tidak bisa langsung mendakwa kasus pemerkosaan, karena dalam berkas perkara hanya melanggar UU ITE,” lanjut Didik juga.

Kemudian dalam percakapan itu juga, lanjut Didik, pihak Kejari Pandeglang mengakui sempat mengatakan bagaimana persoalan visum korban.

Sebab kasus yang diceritakan pihak korban telah terjadi tiga tahun lalu dan baru disampaikan ke Kejari Pandeglang pada saat sidang kasus UU ITE berlangsung.

“Pembuktian kasus pemerkosaan itu kan harus ada visumnya dan lain-lain kan. Ini mungkin dianggap pihak keluarga kejaksaan kurang mendukung,” katanya lagi.

Selain itu, kata Didik juga, pembahasan di Twitter menyebutkan pihak korban mengaku diusir dari ruang sidang dan pihak kejaksaan melarang korban menggunakan pengacara.

“Saat pertemuan di posko itu disampaikan bahwa mereka memakai pengacara, nah Bu Kajari mengatakan yang memakai pengacara itu terdakwa, korban diwakili jaksa,” cetusnya.

Sementara mengenai informasi bahwa pihak korban diusir di persidangan? Didik menyebut bahwa kewenangan di ruang sidang ada pada keputusan majelis hakim.

“Karena sidang ini ada konten berbau atau bermuatan asusila, hakim memutuskan bahwa sidang tertutup,” lanjutnya lagi.