TANGSELIFE.COM- Pembuatan paspor untuk wanita berusia 17-45 tahun bakal diperketat oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi.
Pengetatan itu mencegah terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) saat pekerja migran Indonesia (PMI) bekerja di luar negeri.
Pengetatan penerbitan paspor untuk wanita itu diugkapkan oleh Direktur Jenderal Imigrasi Kemenkum HAM Silmy Karim.
“Untuk wanita usia 17-45 tahun bila secara profiling tidak jelas, saya minta kantor Imigrasi menolak pembuatan paspornya,” ujar Silmy, Rabu, 2 Agustus 2023 lalu.
Silmy juga menegaskan pengetatan paspor untuk wanita yang ingin bekerja di luar negeri agar tidak lagi mendapatkan perlakuan kejam.
Terutama pembuatan paspor untuk wanita yang bekerja jadi pembantu rumah tangga (PRT) di Kamboja, Malaysia, Myanmar dan beberapa negara Timur Tengah.
“Sangat berbeda dengan pria yang memiliki kemampuan bisa lepas dari tindakan penyiksaan saat bekerja di luar negeri,” paparnya juga.
Jadi, kata Simly lagi, pihaknya akan mengamankan kaum rentan yang kerap jadi korban penyiksaan dengan memperketat pembuatn paspor untuk wanita.
Bahkan Simly juga mengataka pihaknya bisa mencekal masyarakat yang sudah telanjur memiliki paspor dengan tujuan bekerja secara ilegal ke luar negeri.
Simly juga mengatakan tidak mungkin pihaknya menanyai setiap orang yang mau keluar negeri saat melewati Tempat Pemeriskaan Imigrasi (TPI).
“Tidak mungkin menanyai setiap orang di Bandara Soekarno Hatta ditanya satu-satu, mau apa, mau kerja?,” paparnya juga.
Simly juga mengatakan kalau pihak Imigrasi akan terus melakukan sosialisasi pengetatan paspor untuk wanita yang ingin bekerja di luar negeri.
“Pembuatan paspor itu gratis bagi pekerja migran yang mau bekerja di luar negeri dan diurus perusahaan resmi,” katanya juga.
“Jadi masalah TPPO yang banyak menjerat kaum wanita Indonesia harus ditangani secara komprehensif,” cetusnya juga.
Paspor untuk Wanita Diperketat Mencegah TPPO di Luar Negeri
Pengetatan pembuatan paspor untuk wanita yang hendak ke luar negeri guna mencegah TPPO. Terutama yang dilakukan secara ilegal.
Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mendata hingga April 2023 ada sebanyak 592 pengaduan pekerja migran Indonesia (PMI).
Beberapa permasalahan yang dihadapi PMI di luar negeri sepanjang 2019-2021 yang terbesar adalah gaji tidak dibayar.
Lalu juga laporan tentang PMI gagal berangkat ke luar negeri, perdagangan orang (TPPO), pekerjaan tidak sesuai perjanjian kerja.
Lalu, tindak kekerasan dari majikan, depresi atau sakit jiwa karena perlakuan kasar majikan hingga penipuan peluang kerja.