TANGSELIFE.COM– Apa itu Food Estate yang jadi bahasan panas dalam debat capres cawapres putaran empat semalam?

Pada debat keempat pada hari Minggu, 21 Januari 2024, cawapres nomor urut satu yakni Muhaimin Iskandar atau Cak Imin dan cawapres nomor urut tiga Mahfud MD kompak menyebut bahwa proyek food estate telah gagal dan negara abai akan hal ini.

Secara terang-terangan juga, Cak Imin menilai bahwa proyek yang digagas pada pemerintah Presiden Joko Widodo ini telah merugikan para petani hingga memicu timbulnya konflik agraria.

” Food estate terbukti mengabaikan petani kita, meninggalkan masyarakat adat kita, menghasilkan konflik agraria, bahkan merusak lingkungan kita. Ini harus dihentikan,” ujar Cak Imin.

Selaras dengan pernyataan cawapres nomor urut satu, Mahfud MD juga memberikan kritikan terhadap proyek yang disebutnya gagal dan merusak lingkungan ini, serta menilai bahwa program ini dapat merugikan negara.

Sementara itu, cawapres nomor urut dua Gibran Rakabuming Raka juga mengakui bahwa program food estate ini memang ada yang gagal, namun menurutnya juga ada yang berhasil dan sudah sukses panen.

Lantas, apa maksud dari proyek food estate yang disinggung oleh para cawapres dalam debat putaran empat kemarin?

Mengenal Proyek Food Estate yang Disoroti Dalam Debat Capres Cawapres 2024 Putaran Keempat.

Cawapres
Debat keempat Cawapres saling serang, Minggu (21, Januari 2024. Gibran dan Mahfud adu gimik soal greenflation.

Food estate ini merupakan konsep pengembangan pangan yang dalam praktiknya dilakukan secara terintegrasi dengan pertanian, perkebunan, hingga peternakan.

Selain itu, hal ini juga bisa dipahami menjadi sebuah kawasan yang ditetapkan menjadi lumbung pangan baru di Indonesia yang berfokus untuk pengembangan pertanian cabai, padi, singkong, jagung, kacang tanah, kentang, dan lain-lainnya.

Pengertian lain dari food estate adalah usaha budidaya tanaman skala luas di atas 25 hektar (ha) yang dibuat dengan konsep pertanian sebagai sistem industrial.

Proyek ini dibuat dengan berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), modal, organisasi dan manajemen modern yang diarahkan untuk sistem agribisnis yang kuat di pedesaan untuk masyarakat adat maupun lokal.

Diketahui bahwa proyek ini digagas oleh Presiden Joko Widodo pada awal periode kedua kepemimpinannya yang masuk dalam salah satu Program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024.

Proyek ini digagas sebagai respons pemerintah terhadap ancaman paceklik akibat kekeringan dan pandemi Covid-19.

Adapuan, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto ditunjuk untuk menjadi koordinator dalam proyek food estate ini.

Proyek ini juga turut serta melibatkan berbagai sektor kementerian mulai dari Kementerian Pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian PUPR.

Implementasi pengembangan proyek food etsate ini awalnya dilakukan pada tahun 2020 di provinsi Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur dan terus dikembangkan hingga tahun 2024.

Disebut Proyek Gagal oleh Cak Imin dan Mahfud MD, Bagaimana Kondisi Sebenarnya Proyek Food Estate ini?

Menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) kondisi proyek food estate yang ada di Kalimantan Tengah telah terbengkalai dan menambah daftar panjang kegagalan proyek lumbung pangan pemerintah.

Tanaman Singkong yang ada di Gunung Mas, Desa Tewai Baru dengan lahan seluas 600 hektare dalam kondisi yang tidak terurus.

Pengkampanyean Hutan dan Kebun Walhi, Uli Arta Siagan mengatakan, proyek ini dilakukan di lahan gambut yang padahal tidak semua tanaman bisa ditanam di lahan tersebut.

Hal tersebut yang menjadi alasan kegagalan proyek food estate di wilayah tersebut.

Selain itu, Uli juga menyarankan sebaiknya pemerintah lebih baik mempercayakan pengelolaan lahan kepada rakyat setempat yang lebih tahu jenis tanaman apa yang cocok untuk ditanam di lahan tersebut.

Kegagalan proyek food estate ini telah terjadi sejak masa Presiden Soeharto dan belum pernah mendulang cerita sukses.

Menurut Uli, dengan adanya kegagalan lumbung pangan di Kalimantan Tengah ini menjadi bukti bahwa pemerintah tidak belajar dari pengalaman.

Sementara, menurut Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko membantah pernyataan bahwa food estate adalah proyek gagal.

Moeldoko mengungkapkan, untuk melihat manfaat proyek tersebut untuk ketahanan pangan dalam negeri setidaknya harus menunggu enam hingga tujuh musim panen.

Ia juga turut menyertakan bukti nyata dengan menyebutkan bahwa hasil produktivitas budidaya jagung di lahan sawit di Papua mendapatkan hasil 6 ton dan diprediksi akan bertambah menjadi 12 ton.

“Persoalan gagal tidak bisa dinilai dalam tempo yang dekat. Jadi belum bisa dikatakan gagal tapi perlu waktu,” ujar Moeldoko.